Thursday 3 November 2011

40 Juta Untuk Orang Tua Berhaji

Allah SWT berfirman: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua.”
(Qs. Al Ankabuut : 8)

Allah SWT berfirman: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua.”
(Qs. Al Ankabuut : 8)
Siang itu saat itikaf di sebuah masjid di bilangan Jendral Sudirman Jakarta datang seorang pria bernama Mucthar (bukan nama sebenarnya). Pria ini adalah orang dari kalangan berada, dari paras dan pakaian yang dikenakannya saya dapat menyimpulkan itu.
Kami berbincang usai shalat Dzuhur di masjid tersebut. Selain kami berdua, ada teman-teman lain yang juga kala itu tengah bersama-sama melaksanakan itikaf bersama. Kami mencoba merenungi karunia apa saja yang pernah Allah SWT limpahkan selama hidup ini.
Satu per satu di antara kami mengutarakan karunia Allah yang dirasakan. Subhanallah, terkadang dalam duduk sesaat merenungi karunia Allah bersama kumpulan orang-orang yang saleh bisa membuat hidup lebih berarti dan sarat makna.
Maka satu demi satu masing-masing kami merasakan betapa Allah SWT sangat sayang kepada setiap hamba-Nya. Namun sedikit sekali dari manusia yang pandai bersyukur kepada Allah SWT.
Kini giliran Muchtar untuk bicara. Ia menyatakan bahwa sampai saat ini dia bekerja sebagai konsultan dalam bidang pertambangan.
“Tidak melulu orang yang bekerja di bidang ini selalu berlebih harta,” menurutnya. “Namun perkara lapang atau sempit, sebetulnya ada dalam hati masing-masing orang,” lanjutnya.
“Saya ingat tahun 90-an, saya punya uang sekitar Rp. 40 juta. Istri saya berencana menggunakan uang itu untuk membeli sebuah rumah di Serpong dan memang saat itu kami belum memiliki rumah. Kemudian saya usul kepada istri bahwa kedua orang tua saya dan kedua orang tuanya belum pernah berhaji. Mumpung mereka masih ada umur dan kita ada kelapangan uang 40 juta ini, kiranya berkenankah istri saya untuk mengikhlaskan uang ini untuk memberangkatkan mereka berempat ke tanah suci?” Muchtar menjelaskan awal masalah kepada kami semua.
Selanjutnya Muchtar mengutarakan bahwa malam itu setelah melewati beberapa pertimbangan ak-hirnya sang istri menuruti usulnya. Dan proses itu tidak mudah, berkali-kali istrinya berpikiran goyah, se-hingga hampir membatalkan niat untuk memberangkatkan haji keempat orang tua mereka.
Sifat dasar manusia, pelit, kadang selalu datang ketika manusia itu ditawarkan pahala keikhlasan yang tiada tara. Sifat itu akan mewujud dan tidaknya sangat bergantung bagaimana kita mengelolanya.
“Namun saya bilang kepada istri saya, bahwa ini adalah bentuk bakti kita kepada orang tua. Pastilah Allah akan bayar kebaikan ini!. Apalagi sesampainya di sana, orang tua kita akan mendoakan di tempat-tempat mustajab. Aku jamin, Allah pasti akan membalas kebaikan ini!” jelas Muchtar kepada istrinya.
Ketegaran hati pun mengkristal dan niat suci itu pun terlaksanakan. Saat itu ongkos naik haji (ONH) kira-kira Rp 7 juta-an. Ditambah biaya bimbingan dan hidup selama di tanah suci maka kira-kira uang Rp 40 juta itu adalah cukup. Maka berangkatlah keempat orang yang dicintai Muchtar dan istrinya ke tanah suci untuk berhaji.
Tidak ada yang sia-sia saat kita melakukan kebaikan. Energi kebaikan itu akan kembali kepada pemiliknya. Bahkan boleh jadi ia akan kembali menjadi besar hingga menggunung dan mengejutkan pemilik kebaikan itu. Apalagi bila kebaikan itu ditunaikan kepada orang tua yang begitu berjasa atas kehidupan kita. Bukankah Allah akan ridha bila orang tua meridhai kita?!
Hanya 3 bulan berselang dari pendaftaran haji dan penyerahan biaya haji itu. Orang tua pun belum berangkat haji ke tanah suci, namun Muchtar sudah mendapatkan balasan Ilahi.
“Saya gak sangka pak, saat itu saya menerima bonus akhir tahun dari perusahaan senilai Rp360 juta! Saya kaget dan saya  teramat bersyukur kepada Allah SWT Yang Mahapemurah. Sesampainya di rumah saya ceritakan ini kepada istri dan istri saya pun terperanjat. Akhirnya, kami merasakan betapa Allah SWT menepati janjinya.” jelas Muchtar.
Uang itu ia belikan mobil dan sebuah rumah. Ya sebuah rumah yang dibeli setelah ditangguhkan keinginan memilikinya demi berbakti kepada orang tua. Rumah itu kini lebih besar Allah berikan daripada keinginan mereka semula. Bukankah ini adalah sebuah keberuntungan? Ya, karena-nya perbanyaklah kebaikan dan berbaktilah kepada orang tua! 
Allah SWT berfirman: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua.”
(Qs. Al Ankabuut : 8)

Allah SWT berfirman: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua.”
(Qs. Al Ankabuut : 8)
Siang itu saat itikaf di sebuah masjid di bilangan Jendral Sudirman Jakarta datang seorang pria bernama Mucthar (bukan nama sebenarnya). Pria ini adalah orang dari kalangan berada, dari paras dan pakaian yang dikenakannya saya dapat menyimpulkan itu.
Kami berbincang usai shalat Dzuhur di masjid tersebut. Selain kami berdua, ada teman-teman lain yang juga kala itu tengah bersama-sama melaksanakan itikaf bersama. Kami mencoba merenungi karunia apa saja yang pernah Allah SWT limpahkan selama hidup ini.
Satu per satu di antara kami mengutarakan karunia Allah yang dirasakan. Subhanallah, terkadang dalam duduk sesaat merenungi karunia Allah bersama kumpulan orang-orang yang saleh bisa membuat hidup lebih berarti dan sarat makna.
Maka satu demi satu masing-masing kami merasakan betapa Allah SWT sangat sayang kepada setiap hamba-Nya. Namun sedikit sekali dari manusia yang pandai bersyukur kepada Allah SWT.
Kini giliran Muchtar untuk bicara. Ia menyatakan bahwa sampai saat ini dia bekerja sebagai konsultan dalam bidang pertambangan.
“Tidak melulu orang yang bekerja di bidang ini selalu berlebih harta,” menurutnya. “Namun perkara lapang atau sempit, sebetulnya ada dalam hati masing-masing orang,” lanjutnya.
“Saya ingat tahun 90-an, saya punya uang sekitar Rp. 40 juta. Istri saya berencana menggunakan uang itu untuk membeli sebuah rumah di Serpong dan memang saat itu kami belum memiliki rumah. Kemudian saya usul kepada istri bahwa kedua orang tua saya dan kedua orang tuanya belum pernah berhaji. Mumpung mereka masih ada umur dan kita ada kelapangan uang 40 juta ini, kiranya berkenankah istri saya untuk mengikhlaskan uang ini untuk memberangkatkan mereka berempat ke tanah suci?” Muchtar menjelaskan awal masalah kepada kami semua.
Selanjutnya Muchtar mengutarakan bahwa malam itu setelah melewati beberapa pertimbangan ak-hirnya sang istri menuruti usulnya. Dan proses itu tidak mudah, berkali-kali istrinya berpikiran goyah, se-hingga hampir membatalkan niat untuk memberangkatkan haji keempat orang tua mereka.
Sifat dasar manusia, pelit, kadang selalu datang ketika manusia itu ditawarkan pahala keikhlasan yang tiada tara. Sifat itu akan mewujud dan tidaknya sangat bergantung bagaimana kita mengelolanya.
“Namun saya bilang kepada istri saya, bahwa ini adalah bentuk bakti kita kepada orang tua. Pastilah Allah akan bayar kebaikan ini!. Apalagi sesampainya di sana, orang tua kita akan mendoakan di tempat-tempat mustajab. Aku jamin, Allah pasti akan membalas kebaikan ini!” jelas Muchtar kepada istrinya.
Ketegaran hati pun mengkristal dan niat suci itu pun terlaksanakan. Saat itu ongkos naik haji (ONH) kira-kira Rp 7 juta-an. Ditambah biaya bimbingan dan hidup selama di tanah suci maka kira-kira uang Rp 40 juta itu adalah cukup. Maka berangkatlah keempat orang yang dicintai Muchtar dan istrinya ke tanah suci untuk berhaji.
Tidak ada yang sia-sia saat kita melakukan kebaikan. Energi kebaikan itu akan kembali kepada pemiliknya. Bahkan boleh jadi ia akan kembali menjadi besar hingga menggunung dan mengejutkan pemilik kebaikan itu. Apalagi bila kebaikan itu ditunaikan kepada orang tua yang begitu berjasa atas kehidupan kita. Bukankah Allah akan ridha bila orang tua meridhai kita?!
Hanya 3 bulan berselang dari pendaftaran haji dan penyerahan biaya haji itu. Orang tua pun belum berangkat haji ke tanah suci, namun Muchtar sudah mendapatkan balasan Ilahi.
“Saya gak sangka pak, saat itu saya menerima bonus akhir tahun dari perusahaan senilai Rp360 juta! Saya kaget dan saya  teramat bersyukur kepada Allah SWT Yang Mahapemurah. Sesampainya di rumah saya ceritakan ini kepada istri dan istri saya pun terperanjat. Akhirnya, kami merasakan betapa Allah SWT menepati janjinya.” jelas Muchtar.
Uang itu ia belikan mobil dan sebuah rumah. Ya sebuah rumah yang dibeli setelah ditangguhkan keinginan memilikinya demi berbakti kepada orang tua. Rumah itu kini lebih besar Allah berikan daripada keinginan mereka semula. Bukankah ini adalah sebuah keberuntungan? Ya, karena-nya perbanyaklah kebaikan dan berbaktilah kepada orang tua! 

Tolong Beli Handuk Ini

Pagi itu, Yudi (bukan nama asli) sedang menyantap sarapan pagi bersama istri dan dua orang anaknya. Waktu saat itu menunjukkan pukul 05.20 WIB. Mereka bergegas menyantap sarapan. Itulah kebiasaan Yudi sekeluarga setiap hari. Mereka harus meninggalkan rumah setengah enam pagi kalau tidak ingin terlambat dalam aktivitas keseharian.
Namun dalam ketergesaan di pagi buta itu, terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang. Istri Yudi segera berhambur ke arah pintu depan. Di sana rupanya ada seorang ibu tetangga rumah beserta anaknya yang datang dengan sebuah bungkusan.
Ada apa, ibu?” tanya istri Yudi. “Boleh saya bertemu dengan pak Yudi?” tanya sang tamu.
Perempuan itu dipersilakan masuk. Ia menunggu di ruang tamu, sementara Yudi menyelesaikan sarapan.
Usai itu, Yudi datang menyapa. Ia menanyakan ada apa gerangan. Di sisinya sang istri turut mendengarkan.
Ibu sang tamu kemudian berkata lirih, “Pak Yudi, tolong beli handuk ini…!”
***
Yudi dan istri saling bertatapan heran. Setahu mereka sang tetangga ini tidak pernah berjualan. “Sejak kapan sang ibu ini berjualan handuk?” batin mereka berdua.
Namun mereka berdua merasa aneh, saat mereka membuka bingkisan yang disodorkan tiada lain adalah sebuah handuk bukan baru melainkan usang terpakai.
Yudi dan istri terheran. Mereka tidak mengerti apa maksud sang ibu menawarkan handuk usang. Setelah beberapa saat, Yudi pun mendapatkan sebuah pertanyaan untuk dilontarkan. “Kenapa ibu mau jual handuk ini? Tanya Yudi.
“Suami saya sudah beberapa hari gak pulang, Pak! Saya gak tahu apakah dia kabur karena kawin lagi atau sudah meninggal di jalan. Biasanya kalau lagi bawa truk ke Jawa, 1 minggu paling lama dia sudah pulang. Sampai sekarang sudah dua minggu lebih gak ada kabar. Gak ada telpon, sms atau apapun. Padahal di rumah saya gak punya uang dan makanan. Sudah 2 hari saya bilang ke anak-anak untuk sabar menahan lapar. Tapi tadi malam saya sudah gak kuat mendengar jerit anak-anak saya kelaparan. Tolong beli handuk ini, Pak…! Saya gak mau mengemis, saya juga gak berani ngutang. Tolong ya pak…!” ibu tadi menutup kalimatnya dengan nada memelas.
Yudi dan istri merasa lemas mendengarnya. Keduanya menghela nafas panjang. Bergegas Yudi dan istri masuk ke dalam kamar. Mereka tidak kuat mendengar keluhan tetangga. Namun, celakanya uang yang mereka punya hanya Rp 200 ribu saja. “Berapa yang pantas untuk diberikan?” gumam mereka berdua.
Akhirnya Yudi memutuskan untuk memberi uang sejumlah Rp 150 ribu. Padahal sebelumnya sang istri mengingatkan bahwa tanggal gajian masih seminggu lagi. Dari mana uang untuk makan dalam beberapa hari tersebut? Yudi menjawab singkat, “Allah pasti menolong kita!”
Yudi memberikan sejumlah uang di atas kepada tetangganya. Setelah ibu itu berpamitan, Yudi dan seluruh anggota keluarga pergi meninggalkan rumah. Rute yang dilalui adalah; mengantarkan anak-anak ke sekolah, lalu ke tempat kerja istri dan terakhir menuju kantor.
Yudi dan istri menikmati perjalanan rutin di pagi itu. Namun ada satu rasa di dalam hati mereka yang tengah bersemi. KEBAHAGIAAN & KEDAMAIAN, itu yang mereka rasakan.
***

Energi kebaikan itu dirasakan oleh Yudi sepanjang hari. Senyum terus terkembang di wajahnya. Semua orang yang ia jumpai selalu menyapanya. Alangkah berkah hari itu Yudi rasakan.
Pukul 16.00 WIB hari itu usai shalat Ashar, Direktur SDM di kantornya memanggil Yudi datang ke ruangan. Tak terlintas di benak Yudi, ada apa gerangan?
Yudi mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Setelah duduk di sebuah kursi di ruang itu, Yudi bertanya ada apa gerangan ia dipanggil.
Wajah sang direktur terlihat ceria. Beberapa kali senyuman terulas di wajahnya. Yudi bergumam, ini mungkin menjadi satu lagi penambah keberkahan hari Yudi.
Setelah berbincang beberapa lama, sang direktur memberitahukan bahwa tahun ini seperti masa-masa sebelumnya perusahaan memberangkatkan 1 orang dari pegawai untuk berangkat ibadah haji. Direktur SDM itu memberitahukan bahwa pegawai yang beruntung tahun itu adalah YUDI!!!
Allahu Akbar….,! Tubuh Yudi berguncang hebat. Tak mampu menahan gemuruh dalam ruang batinnya. Ia pun bersyukur kepada Allah dan tersungkur sujud. Ia tidak hanya menjabat tangan sang direktur, saking girangnya ia memeluk tubuh sang direktur dan ia ucapkan terima kasih berulang kali.
***
Ia kembali ke rumah dengan hati berbunga. Rasanya kali itu adalah perjalanan pulang ke rumah yang paling indah yang pernah ia alami. Sambil memegang kemudi mobil, berkali-kali bulir air mata menetes di pipi Yudi. “Alangkah murahnya Allah!” hatinya memuji.
Yudi pun tiba di rumah. Setelah mobil diparkir, ia pun lari berhambur mencari istrinya. Istrinya terheran-heran melihat gelagat suaminya, kemudian ia pun menanyakan Yudi apa yang terjadi?
Yudi lalu menceritakan kabar gembira bahwa dirinya akan berangkat haji tahun ini.
Setelah keduanya merasakan kegembiraan itu, keduanya pun mengerti bahwa Allah SWT memberikan anugerah yang amat berharga itu setelah Yudi dan istri memberikan bantuan kepada seorang ibu tetangga tadi pagi!
Pagi itu, Yudi (bukan nama asli) sedang menyantap sarapan pagi bersama istri dan dua orang anaknya. Waktu saat itu menunjukkan pukul 05.20 WIB. Mereka bergegas menyantap sarapan. Itulah kebiasaan Yudi sekeluarga setiap hari. Mereka harus meninggalkan rumah setengah enam pagi kalau tidak ingin terlambat dalam aktivitas keseharian.
Namun dalam ketergesaan di pagi buta itu, terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang. Istri Yudi segera berhambur ke arah pintu depan. Di sana rupanya ada seorang ibu tetangga rumah beserta anaknya yang datang dengan sebuah bungkusan.
Ada apa, ibu?” tanya istri Yudi. “Boleh saya bertemu dengan pak Yudi?” tanya sang tamu.
Perempuan itu dipersilakan masuk. Ia menunggu di ruang tamu, sementara Yudi menyelesaikan sarapan.
Usai itu, Yudi datang menyapa. Ia menanyakan ada apa gerangan. Di sisinya sang istri turut mendengarkan.
Ibu sang tamu kemudian berkata lirih, “Pak Yudi, tolong beli handuk ini…!”
***
Yudi dan istri saling bertatapan heran. Setahu mereka sang tetangga ini tidak pernah berjualan. “Sejak kapan sang ibu ini berjualan handuk?” batin mereka berdua.
Namun mereka berdua merasa aneh, saat mereka membuka bingkisan yang disodorkan tiada lain adalah sebuah handuk bukan baru melainkan usang terpakai.
Yudi dan istri terheran. Mereka tidak mengerti apa maksud sang ibu menawarkan handuk usang. Setelah beberapa saat, Yudi pun mendapatkan sebuah pertanyaan untuk dilontarkan. “Kenapa ibu mau jual handuk ini? Tanya Yudi.
“Suami saya sudah beberapa hari gak pulang, Pak! Saya gak tahu apakah dia kabur karena kawin lagi atau sudah meninggal di jalan. Biasanya kalau lagi bawa truk ke Jawa, 1 minggu paling lama dia sudah pulang. Sampai sekarang sudah dua minggu lebih gak ada kabar. Gak ada telpon, sms atau apapun. Padahal di rumah saya gak punya uang dan makanan. Sudah 2 hari saya bilang ke anak-anak untuk sabar menahan lapar. Tapi tadi malam saya sudah gak kuat mendengar jerit anak-anak saya kelaparan. Tolong beli handuk ini, Pak…! Saya gak mau mengemis, saya juga gak berani ngutang. Tolong ya pak…!” ibu tadi menutup kalimatnya dengan nada memelas.
Yudi dan istri merasa lemas mendengarnya. Keduanya menghela nafas panjang. Bergegas Yudi dan istri masuk ke dalam kamar. Mereka tidak kuat mendengar keluhan tetangga. Namun, celakanya uang yang mereka punya hanya Rp 200 ribu saja. “Berapa yang pantas untuk diberikan?” gumam mereka berdua.
Akhirnya Yudi memutuskan untuk memberi uang sejumlah Rp 150 ribu. Padahal sebelumnya sang istri mengingatkan bahwa tanggal gajian masih seminggu lagi. Dari mana uang untuk makan dalam beberapa hari tersebut? Yudi menjawab singkat, “Allah pasti menolong kita!”
Yudi memberikan sejumlah uang di atas kepada tetangganya. Setelah ibu itu berpamitan, Yudi dan seluruh anggota keluarga pergi meninggalkan rumah. Rute yang dilalui adalah; mengantarkan anak-anak ke sekolah, lalu ke tempat kerja istri dan terakhir menuju kantor.
Yudi dan istri menikmati perjalanan rutin di pagi itu. Namun ada satu rasa di dalam hati mereka yang tengah bersemi. KEBAHAGIAAN & KEDAMAIAN, itu yang mereka rasakan.
***

Energi kebaikan itu dirasakan oleh Yudi sepanjang hari. Senyum terus terkembang di wajahnya. Semua orang yang ia jumpai selalu menyapanya. Alangkah berkah hari itu Yudi rasakan.
Pukul 16.00 WIB hari itu usai shalat Ashar, Direktur SDM di kantornya memanggil Yudi datang ke ruangan. Tak terlintas di benak Yudi, ada apa gerangan?
Yudi mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Setelah duduk di sebuah kursi di ruang itu, Yudi bertanya ada apa gerangan ia dipanggil.
Wajah sang direktur terlihat ceria. Beberapa kali senyuman terulas di wajahnya. Yudi bergumam, ini mungkin menjadi satu lagi penambah keberkahan hari Yudi.
Setelah berbincang beberapa lama, sang direktur memberitahukan bahwa tahun ini seperti masa-masa sebelumnya perusahaan memberangkatkan 1 orang dari pegawai untuk berangkat ibadah haji. Direktur SDM itu memberitahukan bahwa pegawai yang beruntung tahun itu adalah YUDI!!!
Allahu Akbar….,! Tubuh Yudi berguncang hebat. Tak mampu menahan gemuruh dalam ruang batinnya. Ia pun bersyukur kepada Allah dan tersungkur sujud. Ia tidak hanya menjabat tangan sang direktur, saking girangnya ia memeluk tubuh sang direktur dan ia ucapkan terima kasih berulang kali.
***
Ia kembali ke rumah dengan hati berbunga. Rasanya kali itu adalah perjalanan pulang ke rumah yang paling indah yang pernah ia alami. Sambil memegang kemudi mobil, berkali-kali bulir air mata menetes di pipi Yudi. “Alangkah murahnya Allah!” hatinya memuji.
Yudi pun tiba di rumah. Setelah mobil diparkir, ia pun lari berhambur mencari istrinya. Istrinya terheran-heran melihat gelagat suaminya, kemudian ia pun menanyakan Yudi apa yang terjadi?
Yudi lalu menceritakan kabar gembira bahwa dirinya akan berangkat haji tahun ini.
Setelah keduanya merasakan kegembiraan itu, keduanya pun mengerti bahwa Allah SWT memberikan anugerah yang amat berharga itu setelah Yudi dan istri memberikan bantuan kepada seorang ibu tetangga tadi pagi!

Jangan Jadi Orang Konsisten!

Saya sering mendapat pelajaran untuk konsisten mengerjakan sesuatu. Tetapi saya dapat pelajaran lain dari orang tua angkat saya. Orang yang sangat saya hormati itu bernama Houtman Z Arifin (HZA).  Dia memang bukan orang tua kandung saya. Tetapi dia seperti orang tua saya sendiri. Dia mengajarkan kepada saya agar tidak konsisten.

Saya sering mendapat pelajaran untuk konsisten mengerjakan sesuatu. Tetapi saya dapat pelajaran lain dari orang tua angkat saya. Orang yang sangat saya hormati itu bernama Houtman Z Arifin (HZA).  Dia memang bukan orang tua kandung saya. Tetapi dia seperti orang tua saya sendiri. Dia mengajarkan kepada saya agar tidak konsisten.

HZA memulai bekerja dengan menjadi office boy (OB) di City Bank. Setelah 19 tahun mengabdi di City Bank dia menjadi vice president (VP) di perusahaan multinasional itu.  Setelah menjadi VP dia masih sering berinteraksi dengan rekan-rekannya yang masih menjadi OB.  Hingga suatu saat temannya protes kepada HZA, “Houtman kamu payah. Kamu gak konsisten.  Kita nich konsisten…konsisten jadi OB,” mereka tertawa bersama.

Kita memang seharusnya tidak menjadi orang yang konsisten. Bukankah orang bijak pernah mengatakan “Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin berarti dia merugi.  Barang siapa yang hari ini lebih buruk dibandingkan hari kemarin dia celaka. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dibandingkan hari kemarin dialah orang yang beruntung.”  Kalau konsisten berarti kita rugi khan?

Supaya hidup kita beruntung berarti tas hidupnya dibandingkan tahun lalu. Berarti Anda menjadi kelompok orang-orang yang merugi.Nah, sekarang Coba Anda merenung sejenak. Apakah kehidupan Anda hari ini masih sama dengan tahun lalu? Apakah prestasi Anda sama dengan tahun lalu? Apakah perhatian Anda kepada pasangan hidup Anda sama dengan tahun lalu? Apakah hutang Anda besarnya masih sama dengan tahun lalu? Apakah sahabat Anda juga masih sama dengan tahun lalu? Kalau masih sama berarti Anda menjadi orang yang rugi karena Anda masih konsisten.

Jadi mulai hari ini, Jangan Jadi Orang Konsisten karena akan membuat hidup Anda Merugi. Rencanakan tahun 2012, buatlah target-target yang membuat kehidupan Anda tidak konsisten seperti tahun 2011. Target yang Anda buat harus menunjukkan peningkatan bahkan bila perlu lompatan nilai bila dibandingkan tahun 2011. Selamat menyusun Target 2012.

Sukses Mulia

Saya beruntung bisa bertemu Mr. Cheah di Brunei Darussalam. Ia adalah seorang guru besar bidang kesehatan, warga negara Australia yang bekerja di Brunei Darussalam. Dalam sebuah obrolan dia bertanya pada saya, “Pak Jamil, kapan seseorang dikatakan sukses? Apakah Pak Jamil sudah sukses? Siapa contoh orang sukses?”
Pertanyaannya menggelitik saya. Mestinya, secara sederhana, seseorang dikatakan sukses bila telah memiliki ’4-ta’ (harta, tahta, kata, cinta) level tinggi.  Jauh di atas rata-rata kebanyakan orang. Level ’4-ta’ yang tinggi itu, diperoleh karena expertise (keahlian, core competence, prestasi) yang dimilikinya. Selain itu, ‘4-ta’ yang dimiliki juga diperoleh dengan cara yang fair, tidak melanggar etika serta ajaran agama yang dianutnya.
Bila orientasi hidup kita hanya sukses semata, hidup akan terisolasi. Egoisme niscaya muncul di dalam diri kita. Boleh saja harta kita berlimpah, memiliki jabatan bergensi, berpendidikan tinggi, atau menjadi buah bibir di media massa, tapi jiwa dan kehidupan terasa gersang. Bahkan boleh jadi, kita tak memiliki sahabat sejati, dibenci dan dimusuhi banyak orang.
SUKSES saja tak cukup. Kita perlu menambahkan satu kata lagi; MULIA. Orang bisa disebut hidup mulia bila ia mampu memberi banyak manfaat kepada orang lain. Orang mulia adalah orang yang senang berbagi. Elemen ‘4-ta’ yang telah diperolehnya, dibagikan secara benar dan tepat kepada siapapun yang memerlukan. Ajaran agama mengajarkan begitu., bahwa di setiap harta yang kita miliki terdapat hak kaum miskin (dhuafa). Harta yang kita miliki harus disucikan dengan berzakat. Ada juga mekanisme membagi harta selain zakat yakni dengan wakaf, infak-sedekah, persepuluhan atau kegiatan sosial lainnya. Inilah perilaku berderma.
Perilaku berderma akan menyebabkan kehidupan kita dipenuhi keberkahan dan keberuntungan. Dalam konteks kehidupan riil, korelasi berderma dan keberkahan/keberuntungan ini bahkan pernah disurvei. Majalah Swa edisi April 2006 melaporkan, orang kaya yang semakin banyak berderma ternyata dia semakin kaya.
Orang mulia akan selalu memanfaatkan tahta dan posisi sosialnya untuk melahirkan orang-orang hebat. Ia akan memberi kesempatan kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk terus maju dan berkembang.  Tak ada dalam pikirannya untuk ‘mematikan’ karir orang yang dipimpinnya. Tahta yang ia punya, digunakan menciptakan kader-kader berilmu. Ia akan mendelegasikan tugas-tugas yang menantang bagi orang yang dipimpinnya.
Andrew Carnegie, orang terkaya di dunia abad ke-19, memiliki kader berilmu lebih dari 50 orang yang mengelilinginya setiap hari. Di atas batu nisannya tertulis: “Di sini terbaring seseorang yang dapat mencari orang-orang di sekitarnya yang lebih pandai daripada dirinya sendiri.”
Berbagi kata (ilmu), memberi manfaat bukan hanya kepada si penerima curahan ilmu tapi juga bagi si pemberi ilmu. Semakin sering kita berbagi kata (ilmu) maka ilmu yang kita miliki akan semakin dalam. Selain itu, dalam ajaran Islam orang yang menebar ilmu akan diberi reward luar biasa. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda ”Ketika anak adam meninggal putus seluruh amalnya kecuali tiga…”;  salah satunya adalah ilmu yang diamalkan dan disebarluaskan. Para penebar ilmu akan terus menerus mendapat kiriman pahala meski dia sudah terbujur kaku di dalam bumi.
Berbagi cinta, bisa dilakukan sebagaimana yang dilakukan Mak Eroh. Seorang perempuan peraih penghargaan Kalpataru. Dia mampu menggali saluran air melewati 8 bukit dari kali Cilutung menuju desanya di Pasir Kadu, di Kabupaten Garut. Pada awalnya, selama 45 hari dia gali sendiri saluran air itu. Ia menerima banyak cemoohan karena orang-orang desanya menganggap apa yang dillakukannya adalah hal yang mustahil. Rasa cintanya pada warga desa yang kebanyakan miskin tak menyurutkan upayanya. Hasilnya, 60 hektar tanaman padi di kampungnya dapat dipanen 3 kali setahun.
Jadi, ukirlah terus expertise (prestasi dan core competence) kita agar mampu meraih level ’4-ta’ sempurna. Inilah cara meraih tingkatan sukses progresif, terus bergerak dan menanjak naik. Tapi jangan lupa, bagilah ’4-ta’ yang kita miliki kepada orang-orang di sekitar kita. Usai diskusi Mr. Cheah tersenyum. Sambil menjabat tangan saya dia berkata ”saya ingin termasuk orang yang SUKSES dan MULIA.”
(Diambil dari buku kedua saya: Menyemai Impian Meraih SuksesMulia - Gramedia)

Menghadirkan Cinta di Tempat Kerja

Saat ini cinta di tempat kerja adalah sesuatu yang langka. Terbelenggu dengan budaya transaksional, scarcity mentality,  zero sum game, munculnya silos, departementalization, intra and inerdepartmental conflicts, individualism at work sebagai bukti dampak keringnya cinta tempat kerja.  Padahal menghadirkan cinta di tempat kerja adalah sesuatu yang membuat hidup kita lebih hidup.  Berikut saya tampilkan berbagai hasil kajian ilmiah tentang manfaat cinta dan perhatian.
Cinta meningkatkan kualitas hidup. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Cornell University ditemukan bahwa memberi perhatian (cinta) dapat meningkatkan kualitas hidup pelakunya, karena ternyata perilaku ini berdampak pada peningkatan sistem kekebalan tubuh (meningkatnya produksi T-cells), mengurangi resiko terkena penyakit kronis, dan juga memperlambat proses penuaan pada tubuh (menjadi awet muda).
Cinta meningkatkan rasa keberhargaan diri. Penelitian yang dilakukan oleh Cornell University juga menemukan bahwa berbagi cinta ternyata berdampak pada meningkatnya rasa keberhargaan diri. Hal ini tentunya sangat baik dampaknya bagi kita sebagai pekerja maupun sebagai individu.
Cinta membangun lingkungan yang lebih baik. Saat kita memulai untuk melakukan hal baik dengan penuh cinta kepada orang lain, maka itu bisa menjadi virus yang menular. Orang lain tersebut bisa terus menulari dan akhirnya semua orang pun melakukan hal yang sama.
Cinta Menghilangkan stress. Penelitian di Cornell University menunjukkan bahwa cinta dan perhatian terbukti dapat menghilangkan stress dan depresi. Hal senada juga muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Oregon University dijelaskan lebih lanjut hal ini disebabkan karena dengan memberi maka kita mengaktifkan area emosi positif di otak kita yang kemudian berefek pada peningkatan semangat dan perasaan lebih baik.
Cinta membuat lebih produktif. Memberi perhatian kepada orang lain membawa kita pada perasaan positif, dan hal yang sama juga terjadi pada orang yang menerima cinta dan perhatian kita. Ketika hal ini terus dilakukan, maka dampaknya akan meluas menjadi peningkatan kepercayaan, kerjasama dan suasana yang kondusif. Hasilnya, kita pun menjadi lebih terdorong untuk menghasilkan output yang lebih baik.
Bagaimana menebar  cinta di tempat kerja  memberikan pengakuan atas hasil kerja orang lain. Dalam majalah Forbes.com dirilis postingan hasil survey dari O.C. Tanner, penulis buku The Invisible Employee. Penelitian itu menunjukkan peningkatan profit perusahaan hingga 10% ketika aktivitas memberikan pengakuan terhadap hasil kerja orang lain ini dilakukan.
Memberikan selamat dan empati.  Memberikan selamat atas hal baik (ulang tahun, kelahiran, pernikahan, dan lain-lain) dan turut membantu meringankan beban saat terjadi hal sulit (sakit, kematian, masalah di kantor, dan lain-lain), ternyata terbukti meringankan stress. (Riset dari WorlatWork yg dirilis Forbes)
Menyadari bahwa setiap karyawan punya arti.  Ibarat anggota tubuh yang semua penting, pekerja di kantor apapun levelnya juga penting dan memberikan kontribusi untuk kemajuan perusahaan.  Sekecil apa pun, setiap karyawan itu punya arti.  Jadi, tebarlah cinta kepada siapapun karena pasti itu memberi makna kepada kemajuan hidup dan perusahaan Anda.•

Modal Kita 86.400 Detik

Nadia termangu di ujung kolam. Sudah dua tahun ia selalu menjadi juara dalam kompetisi renang antar perusahaan. Kali ini ia hanya menduduki peringkat ke enam. Nadia tertinggal dua detik dengan juara pertama dan tertinggal kurang dari dua detik dengan peringkat 2, 3, 4 dan 5. Karena tertinggal dua detik, Nadia gagal mempertahankan mahkota juaranya. Hadiah uang tunai senilai 10 juta pun lepas dari tangannya. Hanya karena tertinggal dua detik, Nadia meneteskan air mata kesedihannya di pinggir kolam seusai perlombaan.
Dua detik amatlah berarti bagi para juara. Jangankan terlambat dua detik, terlambat satu detik atau bahkan kurang dari itu akan membuat mahkota juara berpindah tangan. Para pembalap formula satu, pelari cepat, pedayung dan para olah ragawan akan berlatih keras hanya untuk mempertahankan rekor yang pernah dicatatnya. Mereka tak ingin kecepatannya berkurang walau hanya satu detik.
Hidup pun sama halnya dengan perlombaan. Bila ingin menjadi juara, kita tidak boleh tertinggal walau hanya satu detik. Sang Pemilik Jagad Raya memberikan hal yang berbeda kepada umatnya soal harta. Ada mereka yang berlimpah harta, ada yang miskin papa, ada pula yang hidup pas-pasan. Sang Pencipta pun memberikan hal yang berbeda untuk wajah. Ada yang tampan jelita, cantik, ayu, ada pula yang berparas biasa, bahkan ada yang berparas di bawah rata-rata.
Namun untuk waktu, Sang Khalik memberikan persis sama untuk semua manusia. Tak peduli apakah kita presiden, pengusaha, kyai, guru, petani, pengangguran, mahasiswa, atau pekerja sosial, semua diberi modal yang sama 24 jam atau 86.400 detik setiap hari.
Bila kita hanya mampu menghasilkan sesuatu yang senilai 86.400 detik per hari, kita balik modal. Bila kita tak mampu menghasilkan sesuatu senilai 86.400 detik per hari sebenarnya kita rugi. Agar kita memperoleh keuntungan, dalam satu hari kita harus menghasilkan sesuatu yang bernilai lebih dari 86.400 detik.
Coba kita bayangkan! Selama perjalanan hidup kita hingga saat ini, berapa detik waktu yang telah kita buang atau sia-siakan? Berapa detik yang dihabiskan untuk ngerumpi (bergosip) dan menyaksikan acara TV tak berkualitas? Berapa detik pula telah kita gunakan untuk bermaksiat kepada Sang Maha Pemurah yang telah memberikan modal 86.400 detik setiap hari kepada kita?
Kita mungkin juga jarang menghitung berapa detik waktu yang telah kita habiskan untuk tidur? Berapa detik waktu yang telah kita habiskan untuk perjalanan dari rumah menuju kantor, dan sebaliknya.
Agar modal 86.400 detik yang telah kita terima terus berkembang dan tidak merugi, investasikan setiap detik kita untuk sesuatu yang bermanfaat. Tebarkan energi positif, kebaikan, dan amal saleh kepada orang-orang disekitar kita. Di mulai dari sekedar senyum dan wajah cerah hingga meringankan beban orang lain, lalu berbagi ilmu kepada orang yang membutuhkan, melakukan pekerjaan yang menantang dan berbagi harta kepada mereka yang nasibnya kurang beruntung. Semua kegiatan yang menyumbang kepada peningkatan harkat dan martabat masyarakat akan menjadikan modal 86.400 detik kita terus berkembang dan produktif.
Saat Nadia terlambat dua detik, ia kehilangan mahkota juara juga hadiahnya. Ia meneteskan air mata kesedihan di ujung kolam. Bagaimana dengan kita yang telah mengambaikan ribuan atau jutaan detik? Berapa kerugian yang telah kita derita? Ayo kita tutup kerugian masa lalu. Jadikan setiap detik yang kita punya membawa manfaat buat kita, keluarga, saudara, masyarakat dan bangsa.

pergunakanlah waktu sebaik mungkin kawan 

Agar Hidup Semakin Bermakna

LIFE BEGIN AT 40, kata kebanyakan orang. Usia saya sudah satu tahun melebihi angka itu. Jadi saya sudah menempuh setengah perjalanan hidup, itupun bila Sang Pemberi Hidup mengizinkan saya hidup sampai usia 70 tahun.  Kematian itu misteri, tak ada yang tahu kapan dia akan datang menjemput. Duh, andaikan dia datang menjemput lebih cepat, bekal apa yang bisa saya bawa pulang?
Bila ingat hal itu, saya tidak ingin menyia-nyiakan waktu saya. Menghindar dari orang-orang yang lebih sering berkata negatif, menjelek-jelekkan orang lain sambil menunjukkan dirinyalah yang hebat. Saya juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk lebih mencintai dan memperhatikan istri, anak, orang tua dan saudara-saudara saya. Ingin semakin cepat mewujudkan bintang terang atau mimpi-mimpi saya. Semakin tua, saya juga semakin senang membaca artikel tentang kesehatan, kematian dan kisah hidup banyak orang.  Dan lebih dari semua itu, saya ingin semakin dicintai penduduk langit dan memberi manfaat serta makna hidup bagi sebanyak-banyaknya penduduk bumi.
Semakin mendalami hal itu saya semakin yakin bahwa sebelum ”kita pulang” dijemput kematian, kita harus meninggalkan sesuatu yang berarti bagi keluarga, sahabat dan komunitas. Sesuatu yang berarti bukanlah selalu harta. Banyak orang besar dunia yang telah tiada, dikenang bukan karena warisan kekayaannya. Mereka dikenang karena ”membebaskan” kebodohan, penindasan, kemiskinan.  Mereka dikenang karena telah banyak mengubah makna hidup yang lebih hakiki dan penuh arti. Mereka juga dikenang karena bisa dijadikan tauladan kebaikan, perjuangan, kontribusi dan kegigihan menjalani hidup.
Untuk menuju hidup yang lebih bermakna, saya menyarankan Anda untuk mengajukan beberapa pertanyaan yang akan selalu menginspirasi dan memprovokasi hidup Anda.  Saya sudah mempelajari banyak kehidupan orang hebat, baik yang masih hidup maupun yang telah tiada.  Salah satu kelebihan mereka dibandingkan yang lain adalah mereka lebih disiplin melakukan refleksi dan introspeksi diri.  Jadi, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang berharga dalam hidup Anda. Kualitas pertanyaan akan mengarahkan kualitas kehidupan Anda.
Kebanyakan orang tidak pernah tahu bagaimana cara menjalani hidup, dan baru mengetahuinya ketika kematian telah dekat. Namun pada saat itu sudah benar-benar terlambat.  Maka segeralah ajukan pertanyaan-pertanyaan penting dalam kehidupan Anda.
Untuk membantu Anda, saya biasanya setiap pagi dan menjelang tidur mengajukan lima pertanyaan yang sering saya ajukan pada diri sendiri.  Ajukanlah pada diri sendiri kelima pertanyaan itu, hari ini juga. Tuliskanlah jawaban Anda dalam buku atau jurnal yang telah Anda miliki.  Pikirkan jawaban itu. Renungkan jawaban ini.  Diskusikan jawaban itu dengan diri Anda sendiri.
Bayangkan bahwa hari ini adalah hari terakhir dalam hidup Anda dan sang penjemput kematian telah menunggu di depan rumah Anda. Lalu bertanyalah pada diri sendiri:
a) Apakah saya sudah mewujudkan banyak prestasi dalam hidup?
b) Apakah saya menjalani kehidupan dengan sepenuh hati?
c) Apakah saya mencintai dengan baik orang-orang di sekelilingku?
d) Apakah dunia yang kutinggalkan jauh lebih baik dibandingkan ketika aku hadir di muka bumi? Apa yang sudah aku perbuat?
e) Apakah Sang Pencipta tersenyum menyambut ”aku pulang”?
Saya berharap jawaban-jawaban Anda akan membantu Anda menjalani hidup dengan penuh makna, bergairah, dan bersuka cita. Berpikirlah jernih, bahwa kita hadir dimuka bumi ini bukan untuk menjadi beban dan sampah, kita hadir untuk memberikan arti dan makna. Jadi, jangan tunda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas hari ini juga.
Pepatah Cina mengatakan: ”Hari terbaik pertama untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Dan hari terbaik kedua adalah hari ini”.  Saya yakin Anda tak ingin kehilangan hari terbaik kedua itu. Jadi, jawablah dan tuliskanlah jawaban Anda hari ini juga

Kamu Tulang Rusukku

Tulisan ini kiriman Ibu Lies Sudiati (Founder milis Profec)
Artikel ini kutemukan di “inbox” aku, sangat menyentuh….
Seandainya setiap pasangan menyadari makna kehadiran dari pasangan hidupnya pasti tidak sebanyak sekarang ini pasangan yang berpisah.
Saat cinta masih menggelora:
WANITA: Sayang, siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
LELAKI: Tentu saja Kamu sayang!!
WANITA: Kenapa begitu, memang menurut kamu aku ini siapa?
LELAKI: (Berfikir sejenak, lalu menatap WANITA dengan pasti). Kamu, tulang rusukku! Karena Allah melihat bahwa Adam kesepian, maka saat Adam sedang tertidur nyenyak, Allah mengambil tulang rusuk Adam dan merubahnya menjadi Hawa. Semua LELAKI dewasa selalu mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hatinya.
Setelah menikah, pasangan itu mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Namun tak lama kemudian, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kelelahan hidup yang ada. Hidup mereka menjadi membosankan.
Kenyataan hidup yang tak sesuai harapan membuat mereka mulai mengubur pelan pelan impian dan cinta satu sama lain. Mereka mulai bertengkar untuk hal hal yang kecil dan sepele dan lama kelamaan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas.
Pada suatu hari pada akhir sebuah pertengkaran WANITA lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak “Kamu tidak mencintai aku lagi!!!” LELAKI sangat membenci ketidakdewasaan WANITA itu dan secara spontan juga berteriak dengan lebih keras lagi.  “Aku menyesali perkawinan ini! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!!!”
Tiba-tiba WANITA terdiam, dan berdiri terpaku untuk beberapa saat. LELAKI sesaat menyesali akan apa yang sudah dia ucapkan, tetapi seperti air ludah yang telah tertumpah tidak mungkin untuk dijilat kembali.
Kesombongan LELAKI membuat dia gengsi menarik kembali kata katanya. Dengan berlinang air mata, WANITA kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah.
“Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing.”
Tak terasa lima tahun berlalu…….
LELAKI masih belum menikah lagi, tetapi berusaha mencari kabar akan kehidupan WANITA.  WANITA pernah ke luar negeri tetapi sudah kembali. Dia sempat menikah dengan seorang asing namun tak lama kemudian bercerai.
LELAKI agak kecewa saat mengetahui WANITA sepertinya tidak menunggunya. Dan di tengah malam yang sunyi, dia meminum kopi panasnya sambil merasakan sakit di hatinya. Tetapi LELAKI tetap tidak mau mengakui bahwa sesungguhnya dia merindukan WANITA.
Suatu hari, mereka akhirnya bertemu kembali. Di airport, tempat di mana banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas.
LELAKI: Apa kabar?
WANITA: Baik… kamu sudah menemui tulang rusukmu yang hilang?
LELAKI: Belum.
WANITA: Aku akan terbang ke New York dengan penerbangan berikut, dan akan kembali 2 minggu lagi. Telepon aku ya kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor teleponku kan? Tidak ada yang berubah dari dulu koq.
WANITA tersenyum manis, berlalu di ujung lorong “Selamat tinggal…”
Satu minggu kemudian, LELAKI menerima kabar WANITA adalah salah seorang korban Menara WTC. Malam itu, sekali lagi, LELAKI meneguk kopinya dan kembali merasakan sakit dihatinya. Akhirnya dia sedar bahwa sakit itu adalah karena WANITA, tulang rusuknya sendiri yang telah dengan bodohnya dia patahkan.
Kita melampiaskan 99% kemarahan bahkan kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya adalah penyesalan. Seringkali penyesalan itu datang belakangan, akibatnya setelah kita menyadari kesalahan kita, semua sudah terlambat….
Karena itu, jagalah dan sayangilah orang yang dicintai dengan sepenuh hati…
Sebelum mengucapkan sesuatu berfikirlah dahulu, apakah kata-kata yang kita ucapkan akan menyakiti orang yang kita cintai?
Seandainya kita merasa akan menyakitinya, sebaiknya jangan pernah diucapkan. Karena semakin besar resiko untuk kehilangan orang yang dicintai. Jadi berpikirlah, apakah kata-kata yang akan diucapkan sebanding dengan akibat yang akan diterima??

Meninggalkan Tanda di Alam Semesta

Saya sangat mensyukuri pekerjaan yang saya jalani saat ini, seorang inspirator. Saya merasa beruntung karena sering bertemu dengan orang-orang yang menarik.  Saya bertemu dengan mahasiswa yang cerdas, pengusaha yang visioner, CEO yang handal, guru hebat,  karyawan terbaik, artis, serta komisaris yang terus ingin perusahaannya tumbuh dan beranak pinak. Dalam setiap pertemuan dengan mereka, selalu ada sesuatu yang bisa dipelajari dan membentuk pola berpikir saya.
Diantara orang-orang yang saya temui ada yang tampak sukses dan hebat namun sebenarnya kehidupannya rapuh.  Ia seorang General Manajer (GM) di sebuah perusahaan ternama.  Ia merasa hidupnya hampa.  Rasa hormat yang ia peroleh hanya formalitas belaka.  Kehidupan berkeluarganya pun monoton dan gersang.  Ia merasa hidup sendiri dalam keramaian.  Jabatan yang lumayan tinggi dan depositonya di berbagai bank tidak cukup membuatnya bahagia. 
Sampai suatu ketika, saya mengajak orang ini bertemu dengan para pengusaha kecil yang saya bina dan orang-orang miskin yang saya bimbing untuk berusaha mentas dari jurang kemiskinan. Saya ajak ia menginap di gubuk mereka, makan dan beraktivitas bersama mereka. Awalnya saya menduga dia akan menolak. Tapi ternyata dia berkenan menginap, bahkan saya merasa ia sangat menikmati kunjungan itu. Keesokan harinya kami berpisah.  Sebelum berpisah dengan saya, ia mengatakan “mas sekarang saya sudah mulai menemukan kunci kebahagiaan dan tunggu enam bulan dari sekarang saya akan datang menemui mas Jamil dengan kehidupan yang lebih bahagia.” Tanpa menjelaskan apa makna pernyataannya itu, ia pergi meninggalkan saya.
Enam bulan kemudian, ia menepati janjinya.  Dengan wajah yang sumringah dan pancaran mata yang bersinar ia menyodorkan sebuah kertas yang berisi tulisan: Oprah Winfrey melakukan eksperimen kepada pemirsanya pada tahun 1997. Dia meminta permisanya tersebut untuk menggunakan uang sebesar $1000 yang seharusnya mereka akan gunakan untuk liburan. Sebagai gantinya uang itu digunakan untuk meringankan beban orang lain, apapun itu. Bisa untuk menyekolahkan anak yang tidak mampu, membelikan obat, memberi makan, apapun boleh selama bisa memberikan manfaat kepada penerimanya. Hal ini dilakukan ketika masa liburan.
Dan setelah masa liburan berakhir, Oprah mengundang mereka untuk tampil pada acaranya dan menceritakan pengalaman yang mereka peroleh pada masa liburannya. Ternyata semua mengatakan bahwa mereka belum pernah merasa lebih bahagia, lebih bermakna, dan apa yang diperoleh dengan $1000 yang mereka berikan pada orang lain itu jauh melebihi kebahagiaan yang mungkin akan diperoleh apabila mereka habiskan untuk berlibur.
Usai membaca tulisan itu saya bertanya, “apa ini maknanya buat Anda dan saya?” Dengan penuh gairah ia menjelaskan, “ternyata kunci kebahagiaan itu bukan hanya melipahnya harta yang kita miliki, bukan pula tingginya kekuasaan yang bisa kita gunakan.  Namun, seberapa jauh harta dan kekuasaan yang kita miliki itu memberi makna dan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.”
Dari obrolan selanjutnya dengan lelaki cerdas itu, saya memperoleh pelajaran bahwa kebahagiaan terwujud ketika Anda memulai sesuatu yang tidak akan berakhir meskipun hidup Anda telah berakhir.  Itu semua bisa terjadi tatkala keberadaan Anda memberi makna untuk orang-orang di sekitar Anda. Hidup bukanlah hanya tentang diri dan keluarga Anda semata.  Hidup juga tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain. Berilah perhatian pada orang lain. Renungkanlah kontribusi apa yang akan Anda berikan hari ini untuk orang-orang di sekitar Anda? Kebaikan apa yang akan Anda tawarkan hari ini? Penyakit sosial apa yang akan Anda sembuhkan?
Orang-orang besar dunia yang tercatat dalam sejarah, ternyata mereka meninggalkan tanda di alam semesta. Hidupnya bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.  Mereka berpikir bagaimana agar kehidupan di dunia ini jauh lebih mudah, lebih cepat, lebih sehat, lebih sejahtera, lebih damai, dan lebih bermartabat. Itulah tanda yang mereka tinggalkan.  Mereka telah tiada, namun namanya tetap ada di alam semesta.  Saya jadi teringat ucapan Mel Gibson dalam film Braveheart: “Setiap orang akan mati.  Tapi hanya sedikit dari kita yang akan terus hidup.” Mereka yang tetap hidup adalah mereka yang meninggalkan tanda di alam semesta. Semoga Anda termasuk di dalamnya.

Sikap terhadap pemimpin yang dzalim

Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc -  January 25, 2013 Rosululloh shallahu alaihi wasallam bersabda : “Saya memberi wasiat kepada kalian...