Sunday 24 July 2016

PUJILAH ISTRIMU

Salah satu yang dilupakan dalam hubungan suami istri adalah saling memuji satu dan lainnya. Istri lupa memuji suami dan suami lupa memuji istrinya. Karena pujian seperti ini bisa membangkitkan hubungan yang mungkin makin redup.

Pujian pada istri adalah bagian dari berbuat maruf yang diperintahkan dalam ayat,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.”
(QS. An Nisa’: 19).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”
(QS. Al Baqarah: 228).

Pujian pada istri tanda baiknya seorang suami padanya. Apalagi melihat perjuangan istri di rumah dengan mendidik anak dan mengurus berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan memperhatikan kebutuhan suami.

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku”
(HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400)

Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di dalamnya seluruh hak istri.

Lihatlah contoh Nabi kita, beliau memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sang istri tercinta dengan panggilan Humaira, artinya wahai yang pipinya kemerah-merahan. Karena putihnya ‘Aisyah, jadi pipinya biasa nampak kemerah-merahan.

Dari ‘Aisyah, ia berkata,

دَخَلَ الحَبَشَةُ المسْجِدَ يَلْعَبُوْنَ فَقَالَ لِي يَا حُمَيْرَاء أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِي

“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) pernah masuk ke dalam masjid untuk bermain, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku, “Wahai Humaira (artinya: yang pipinya kemerah-merahan), apakah engkau ingin melihat mereka?”
(HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 307).

Lihatlah bagaimana panggilan sayang tetap melekat pada suri tauladan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jadi bukan kata-kata jelek atau merendahkan yang keluar dari mulut seorang suami.

Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah”
(HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Pujian dari suami pada istrinya tidak butuh biaya atau ongkos mahal. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada pasangan. Memberi pujian dapat diungkapkan dengan kalimat-kalimat ringan, seperti: “Masakan Sayang hari ini luar biasa, loh!”

Masa dengan pekerjaan istri yang begitu berat di rumah tidak ada satu pun pujian dari suami yang disematkan untuknya, walau dengan memuji masakan, sifat rajin, atau penampilan cantinya.

Ingatlah bahwa pujian sangat signifikan berpengaruh terhadap perasaan pasangan, khususnya bagi istri yang akan merasa dihargai, dipercayai dan dihormati oleh suaminya. Tanpa pujian atau perhatian, mungkin yang ada hanya kecenderungan untuk saling mencela dan merendahkan pasangan.

Semoga dengan kata pujian yang tulus dari hati semakin merekatkan hubungan mesra yang ada.

Wallahu waliyyut taufiq.
Semoga bermanfaat

Wednesday 13 July 2016

10 FAKTA YANG MEMBUAT BAHAGIA BILA ANDA HIDUP DI ARAB SAUDI

Bismillah.
Tak henti-hentinya para pengekor Hawa Nafsu, mencela dan mencari kekurangan negara Arab Saudi.
Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Beriklim gurun dan wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir. Sebuah negeri yang diyakini tak satupun negara di dunia ini yang tidak mengenalnya. Baik itu negara sekuler terlebih lagi negara sesama muslim.

Banyak sekali keunikan atau kelebihan yang dimiliki negara dimana Islam berasal ini. Keunikan atau kelebihan yang tentunya akan sangat membahagiakan bagi warganya. Berikut beberapa fakta tentang keunikan atau kelebihan Arab Saudi yang tidak ditemui di negara lain.

1. Tidak ada pemilu untuk memilih kepala negara

Arab Saudi adalah negara monarki absolut. Tidak ada pemilu ala negara demokrasi seperti yang terjadi di berbagai negara. Meski berjuluk negeri kaya raya, namun proses pergantian tampuk pimpinan di Arab Saudi sangatlah hemat biaya, bahkan mungkin tanpa biaya sama sekali. Pergantian tongkat kepemimpinan dari Raja Abdullah yang meninggal dunia kepada Raja Salman hanya berlangsung beberapa menit setelah pembacaan surat keputusan. Kemudian diiringi baiat dan saling berjabatan tangan.
Tidak ada triliunan uang yang dihambur-hamburkan hanya untuk sebuah pesta demokrasi. Rakyat merasa aman, nyaman dan tentram. Mereka tidur di malam hari di bawah kekuasaan seorang raja, dan mereka bangun di pagi hari dalam keadaan kekuasaan sudah beralih ke raja berikutnya. Negara dalam kondisi damai, tanpa gejolak dan tanpa rasa takut.

2. BBM di Arab Saudi sangat murah

BBM jenis oktan 91 hanya dihargai 0,75 riyal ( sekitar 2.700 rupiah). Itupun setelah mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang hanya 0,45 riyal (sekitar 1.600 rupiah). Sedangkan BBM jenis oktan 95 hanya seharga 0,90 riyal (3.250 rupiah) setelah sebelumnya seharga 0,60 riyal (2.150 rupiah). Harga 1 liter bensin di Saudi setara dengan setengah liter air minum kemasan di Indonesia.

3. Pendidikan di Arab Saudi gratis, itupun masih ditambah dengan beasiswa yang diberikan kerajaan.

Secara umum seluruh universitas negeri di Saudi memberikan beasiswa penuh (full-scholarship). Mahasiswa sama sekali tidak dibebani biaya kuliah dan bahkan diberi uang bulanan atau mukafaah. Mukafaah di seluruh universitas negeri Saudi hampir sama yaitu sekitar 890 riyal per bulan (sekitar 3 juta rupiah) baik untuk S1, S2 maupun S3. Mahasiswa S2 atau S3 yang merangkap sebagai research assistant (RA) atau teaching assistant (TA) akan mendapat tambahan gaji. Besar kecilnya gaji tergantung universitas yang bersangkutan. Jika beruntung ikut proyek penelitian dosen bisa mendapat tambahan uang saku lagi.

Biaya hidup tidak terlalu besar, karena telah disediakan asrama gratis dan mendapat subsidi makan di kantin kampus. Dengan kondisi seperti ini rata-rata mahasiswa masih bisa menabung dari beasiswa yang diperoleh. Bagi mahasiswa yang membawa keluarga, maka harus menyewa rumah di luar dan di beberapa kampus disediakan pengganti biaya sewanya.

4. Jalanan di Arab Saudi kualitas tol semua, dan gratis

Arab Saudi sangat memperhatikan masalah infrastruktur, termasuk soal sarana jalan. Jalan tol penghubung Mekkah dan Jeddah misalnya. Selain memiliki track lurus lempang, kondisi jalan juga mulus dan lebar. Dua jalur yang berlawanan arah selalu disekat rapi, sehingga membuat semakin nyamannya para driver saat mengemudi. Mengemudi berapapun jauhnya tak begitu melelahkan bagi para driver disana. Soal kemacetan? Maaf, Anda salah alamat, ini Arab Saudi, macet adalah hal yang sangat langka ditemui.

5. Wajib shalat berjamaah di masjid

Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang mengharuskan penduduknya untuk menghentikan seluruh aktivitas perdagangan selama pelaksanaan salat berjamaah yang mana setiap toko harus ditutup ketika telah dikumandangkan azan tanda masuknya waktu salat wajib. Lalu bagaimana dengan para PKL yang menggelar dagangan di pinggir jalan? Aman, tidak ada yang berani mencuri dagangan mereka satu pun. Berbeda dengan negara lain, yang lengah sesaat saja, sepeda motor pun lenyap.

6. Tingkat kriminalitas sangat rendah

Masih terkait dengan poin sebelumnya, mengapa PKL di Arab Saudi dengan mudahnya meninggalkan lapaknya untuk shalat berjamaah? Ya, karena tidak ada yang berani mencuri dagangannya. Mencuri dagangan orang, berarti tangan bakal copot. Ketatnya penerapan syariat Islam di Arab Saudi berimbas pada rendahnya tingkat kriminalitas. Tentu kita tidak mengatakan bahwa Arab Saudi 100% bebas kriminalitas, namun apabila dibandingkan dengan negara lain, bahkan negara Islam sekalipun, yang tidak menerapkan syariat Islam, maka akan jauh sekali kondisinya.
Dan sekali pun kita mendengar berita kriminal di Arab Saudi, biasanya tidak jauh dari kasus TKI dan berita kriminalitas di kalangan anggota kerajaan, yang tentunya sangat tendensius. Sumber berita biasanya tidak jauh dari media-media Syiah, kelompok radikal khawarij dan musuh-musuh Arab Saudi lainnya.

7. Arab Saudi negara paling dermawan di dunia

Sejak tahun 1970-an, Arab Saudi telah menyumbangkan bantuan sebesar 49 miliar poundsterling yang membuatnya menjadi negara donor terbesar di dunia. Sebagai contoh, untuk Aceh saat terjadi bencana tsunami saja, Arab Saudi menggelontorkan US$70 (Sekitar Rp 651 Milyar). Semua bantuan Arab Saudi yang mayoritasnya diperuntukkan ke negara-negara Islam bersifat hibah, tanpa syarat apapun.
Mengapa Arab Saudi begitu royal menyumbangkan kekayaannya untuk negara lain? Setidaknya ada dua hal yang berpengaruh, pertama karena memang Arab Saudi adalah negara kaya raya. Yang kedua, sudah menjadi karakter orang Arab yang begitu bersemangat untuk berderma. Hal ini bisa dilihat saat musim haji atau umrah, bagaimana antusiasme warga Arab Saudi untuk menjamu tamu-tamu Allah dari berbagai penjuru dunia.

8. Warga Arab Saudi bebas pajak penghasilan

Tidak ada pajak penghasilan yang dipungut dari warga Arab Saudi. Bahkan bukan hanya warga Arab Saudi, warga negara-negara Teluk yang memiliki kerjasama dengan Arab Saudi seperti Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab umumnya dibebaskan dari pembayaran pajak penghasilan, akan tetapi mereka tetap harus tunduk pada aturan pembayaran zakat.

9. Syiar-syiar Kuffar Dilarang

Di saat negara-negara muslim masyarakatnya resah karena tingkat kehamilan di luar nikah sangat tinggi, terutama pasca perayaan Valentine’s Day. Atau tindak kriminal yang meningkat saat momen perayaan Tahun Baru, warga Arab Saudi masih adem ayem. Mereka bisa tidur nyenyak pada malam tahun baru maupun malam Valentine. Tidak ada kekhawatiran kemana perginya anak mereka pada momen-momen penuh kemaksiatan tersebut.
Valentine, Perayaan Natal dan Tahun Baru, konser musik dan berbagai event hura-hura adalah sesuatu yang terlarang di negeri itu. Jangankan perayaan Valentine, ada sedikit saja yang mengarah ke sana, polisi syariah sudah bertindak tegas. Sehingga jangan berharap bisa menemukan toko-toko yang menjual pernak-pernik Valentine atau terompet Tahun Baru di Arab Saudi.

10. Proteksi terhadap warga sangat tinggi

Sudah menjadi isu yang mendunia, bahwa di Arab Saudi wanita dilarang mengemudi mobil. Meski banyak diprotes, apalagi oleh dunia barat, kebijakan ini sebenarnya untuk melindungi kaum wanita. Dengan diperbolehkannya wanita mengemudi, akan membuat mereka lebih sering meninggalkan rumah melebihi kebutuhan. Tugas-tugas keluarga akan terbengkalai. Dan para wanita akan menampakkan wajah-wajah mereka di jalan-jalan.
Dengan diamnya para wanita di rumah dan tidak berkeliaran dengan mobil-mobil mereka, keamanan dapat lebih ditingkatkan. Keamanan untuk para wanita tersebut dan juga keamanan untuk pengguna jalan lainnya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa wanita bukanlah pengemudi yang baik. Tabiat wanita yang mudah panik, kurang mampu mengambil keputusan, akan sangat berbahaya jika berada di jalan raya. Jika peraturan ini bisa diterapkan di negara lain, maka tidak ada lagi kekhawatiran pada pengemudi pria akan bertemu dengan ibu-ibu yang lampu sein-nya ke kanan dan motornya justru belok ke kiri. Wallahu a’lam. "fs"

Sumber :
http://serambiharamain.com/10-fakta-yang-membuat-bahagia-b…/
Channel Telegram :
http://bit.ly/serambiharamain

Turut Mempublikasikan :
WhatsApp Salafy Indonesia || http://forumsalafy.net
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫

Monday 11 July 2016

ULAA-IKAN NUHAAH

Sebuah Silsilah Biografi Para Pakar Nahwu-Sharaf Populer Sepanjang Zaman (edisi 1)

IBNU MALIK (600-672 H/1203-1274 M)

Al-Imam Jamaluddin, Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abddullah bin Malik –semoga Allah merahmati beliau- begitu populer di jagad nahwu, terutama karena Alfiyyah hasil gubahan beliau. Apalagi  di Indonesia, belum afdhal rasanya kalau ada pakar nahwu belum pernah menghafal madzhumah 1.002 bait tersebut. Kalau pun tidak mampu menghafalnya, maka minimaaal banget setiap nahwi sudah pernah mempelajarinya. Sekalipun beliau lebih populer dengan sebutan Ibnu Malik, tidak dengan nama aslinya seperti kebanyakan ulama yang bernama Muhammad, tapi banyak santri yang tahu bahwa nama asli beliau adalah Muhammad karena beliau sebutkan hal ini di bait pertama Alfiyyah.

Lahir tahun 600 H (pendapat lain menyatakan pada tahun 598 H atau 601 H) di kota Jaen (ibukota Provinsi Jaen, Spanyol hari ini), beliau tumbuh di tengah ulama-ulama Andalusia yang terkenal kokoh dalam beragam ilmu pengetahuan. Di antara syaikh beliau yaitu Abu Ali Asy-Syalubin (w. 645 H), ketua para pakar nahwu di Andalusia kala itu sertaTsabit bin Khayyar Al-Labli, salah satu imam muqri di sana. Ibnu Malik muda pun mulai menampakkan kecemerlangannya di beberapa cabang ilmu, terutama di bidang bahasa Arab dan qiraat. Tak hanya itu beliau juga menghafal ribuan bait syair. Dalam ilmu fikih, beliau mendalami madzhab Maliki seperti halnya kaum muslimin Andalusia dan Afrika Utara.

Kurang lebih pada usia 27 tahun beliau bersama sebagian rombongan kaum muslimin berhijrah dari Eropa ke Syam (kebalikan yang terjadi hari ini). Penting untuk diketahui bahwa sebenarnya sudah menjadi hal yang lumrah bagi para penuntut ilmu di Maghrib (Andalusia, Maroko, dst) untuk rihlah ke Masyriq (Mesir, Syam, dst). Bedanya Ibnu Malik kali ini bukan sekedar safar untuk menuntut ilmu tapi memang hijrah demi melindungi diri. Itu karena tentara-tentara Kerajaan Castile (Reino de Castilla) terus menerus mengepung dan menyerang kota Jaen dan sekitarnya di Andalusia yang kala itu berada di bawah Daulah Muwahhidin. Adapun kondisi Mesir, Syam, dan sekitarnya pada hari itu relatif lebih aman karena memang diperintah oleh Daulah Ayyubiyyah yang berjasa mengalahkan tentara Salib beberapa kali pada tahun-tahun sebelumnya.

Di kota-kota negeri Syam -seperti Damaskus, Aleppo, dan Homs- beliau terus mengasah keilmuannya, melengkapi apa yang beliau telah pelajari di Andalusia. Uniknya, beliau juga belajar fikih dengan para ulama Syafiiyyah di sana dan akhirnya pindah haluan dari seorang Maliki menjadi Syafi’i (marhaban bi fadhilatil Imam!). Beliau belajar nahwu di bawah asuhan para pakar di antaranya nahwi sekaliber Ibnu Ya’isy (w. 643 H), penulis Syarh Al-Mufashshal. Beliau juga meneguk ilmu qiraat dari beberapa masyayikh, termasuk syaikhul qurra’ di zamannya, ‘Alamuddin As-Sakhawi (w. 643 H), penyusun Hidayatul Murtab dan ulama pertama yang mensyarah mandzhumah Syathibiyyah.

Ibnu Malik pun kian matang dan semakin diakui keilmuannya, namun beliau terus melanjutkan rihlah ilmiyyahnya, kali ini ke Hama, salah satu kota di Suriah hari ini. Di sinilah, pada tahun 650 H, beliau menyusun Alfiyyah yang merupakan ringkasan dari madzhumah beliau lainnya: Al-Kafiyah Asy-Syafiyah (3000-an bait) yang telah digubah lebih dulu saat masih di Aleppo. Lantas beliau pergi ke Kairo untuk belajar dari para ulama Mesir.

Di Kairo beliau mengalami kesulitan ekonomi hingga hidup dalam kondisi memprihatinkan, terlebih di negeri orang. Dalam keadaan darurat itulah beliau terpaksa mengajukan permohonan bantuan kepada Raja Adzh-Dzhahir Baibars (w. 676 H). Akhirnya, beliau malah ditawari untuk dilantik menjadi dosen dan ditempatkan di Damaskus oleh Sang Raja di Al-Madrasah Al-‘Adiliyyah Al-Kubra (semacam perguruan tinggi yang kini bangunannya menjadi markas Majma’ Lughah ‘Arabiyyah). Ibnu Malik pun menerima tawaran karena ia sangat membutuhkan penghasilan tetap untuk menyambung hidup beliau.

Kembali ke Damaskus, Ibnu Malik semakin sering mengajar dan menulis di Madrasah tersebut. Lahirlah –bitaufiqillah- melalui sentuhan beliau para ulama yang handal semisal Imam An-Nawawi, Ibnu Jama’ah, Ibnun Nahhas, termasuk putra beliau, Badruddin (Ibnun-Nadzhim). Di samping itu, setidaknya 46 kitab telah beliau susun. Karangan beliau bervariasi dari mandzhumah, natsr, dan syarah yang berkaitan dengan bahasa Arab, nahwu, sharaf, dan qiraat. Beliau sendiri sangat jarang menyusun syair non mandzhumah. Uniknya, beliau pernah menulis sebuah buku yang membahas sisi nahwu dari hadits-hadits di Shahih Al-Bukhari.

Beliau tidak pernah merasa lelah mengajar. Bahkan tatkala kelas sudah selesai pun ia tetap di tempat. Seringkali murid-murid lain yang bukan saat itu jadwal belajarnya langsung datang menghampiri beliau, maka beliau pun langsung lanjut mengajar lagi. Begitu seterusnya. Hingga jika tidak ada murid yang inisiatif datang mengisi waktu saat jeda antar kelas, beliau pun berteriak ke sekeliling melalui jendela memanggil orang-orang di sekitar Madrasah, “Qiraat, qiraat... , Bahasa Arab, bahasa Arab...!” Yakni: Ayo belajar! Beliau mengemukakan alasan mengapa beliau melakukan itu, “Aku menganggap bahwa amanah menyebarkan ilmuku ini belum terpenuhi kecuali hingga aku melakukan ini. Boleh jadi banyak orang yang tidak mengetahui bahwa aku terus duduk di sini untuk mengajar lagi.”

Jika dalam ilmu nahwu-sharaf beliau tidak memiliki tandingan di Damaskus, maka dalam ilmu qiraat beliau tidak sendirian. Banyak muqri di sana yang bahkan beberapanya jauh lebih populer, lebih senior dari beliau, dan lebih expert, termasuk yang sama-sama mengajar di Al-‘Adiliyyah. Contohnya Syaikhul Qurra’ Abul Fath Al-Anshari (w. 657 H), Al-Qasim Al-Lauraqi (w.661), dan Abu Syamah (w.665 H).

Ibnu Malik yang berkun-yahkan Abu ‘Abdillah ini dikenal sebagai seorang yang shalih, cerdas, kuat hafalannya, teliti, wara’, dan berakhlak mulia. Para ulama di zaman itu juga memandang Ibnu Malik sebagai orang yang semangat dan tak lelah menuntut ilmu. Bahkan di hari terakhir kehidupannya saat sakit ia masih semangat menghafal delapan buah syawahid dalam nahwu yang berbentuk syair!

Beliau begitu dihormati ulama lain, sampai-sampai jika beliau selesai mengimami shalat jamaah di masjid kampus Al-Madrasah Al-‘Adiliyyah, Ibnu Khallikan (w. 681 H) Sang Hakim Agung, mengantarkan beliau pulang hingga ke rumah beliau. Tidak aneh makanya kalau Imam Al-Isnawi berkata tentang beliau: كان إمام وقته في اللغة والنحو والقراءات “Di zamannya, beliau adalah imam dalam bahasa Arab, nahwu, dan qiraat.”.

Hebatnya, beliau mencapai kedahsyatan itu di tengah pahit getirnya gejolak ekonomi, keamanan, dan politik. Di masa hidup beliaulah jatuhnya ibukota Kekhalifahan Abbasiyyah, Baghdad, ke tangan Tartar serta terjadinya Perang Salib yang kelima hingga kedelapan. Beliau juga melihat satu demi satu kota-kota di Andalusia diserang, dikepung, atau bahkan direbut. Ditambah lagi beliau turut menjadi saksi mata peralihan kekuasaan di Mesir, Syam dan sekitarnya dari Daulah Ayyubiyyah ke Kesultanan Mamalik. Benar-benar sebuah perjuangan keras Ibnu Malik dalam menuntut ilmu dan menyebarkannya.

Sedihnya, Imam Syamsuddin As-Sakhawi (w. 902 H) mengisahkan bahwa beliau wafat karena sakit akibat depresi, mirip sebab wafatnya Sibawaih. Beberapa hari sebelum beliau wafat beliau diundang di sebagian daerah Damaskus untuk menjadi khathib dan imam shalat Jumat. Ternyata undangan ini berisi jebakan dari pihak-pihak yang dengki dan tidak menyukai Ibnu Malik. Selesai shalat beliau ditanya di hadapan umum oleh salah seorang yang mendengkinya tentang makhraj huruf Alif. Sayangnya, mungkin karena faktor usia atau karena jarak penanya cukup jauh di tengah jamaah yang banyak, Ibnu Malik kurang mendengar dengan baik pertanyaan tersebut sehingga beliau mengira yang ditanyakan adalah makharij seluruh huruf. Belliau pun menjelaskan makhraj setiap huruf satu per satu hingga 29 huruf. Orang-orang yang mendengkinya pun menertawai beliau. Jebakan mereka berhasil. Ibnu Malik merasa tertekan dan lantas pulang.

Selama beberapa hari beliau terus melanjutkan aktifitas ilmiah seperti biasa sambil memendam depresi yang tidak tertahankan, apalagi di usia yang kurang lebih sudah 72 tahun. Ibnu Malik akhirnya sakit parah karena tekanan batin dan wafat di Damaskus pada Senin, 12 Syaban 672 H/ 21 Februari 1274 H. Demikianlah sekilas biografi tokoh yang disebut oleh Ibnul Jazari: إمام زمانه في العربية “Imam dalam ilmu-ilmu bahasa Arab di zamannya.” Wallahu a'lam.

-----
Beberapa sumber:
Ghayatun Nihayah fi Thabaqatil Qurra’: Ibnul Jazari
Thabaqat Syafiiyyah: Al-Isnawi
Al-I’lan bit Taubikh liman Dzammat Tarikh: Syamsuddin As-Sakhawi
Bughyatul Wu’aah fi Thabaqatil Lughawiyyin wan Nuhaah: As-Suyuthi
Dst.

Monday 4 July 2016

KISAH SEDIH DI HARI RAYA

Suatu ketika khalifah Umar bin Abdul Aziz menatap putranya Abdul Malik yang sedang mengenakan pakaian usang dihari raya. Umarpun lalu menangis.
Putranya yang melihat sang ayah menangis bertanya, "Apa yang membuatmu menangis wahai ayahku..?
Umar menjawab, "Wahai putraku.. Aku takut bila engkau keluar dan bermain dengan anak-anak lain hatimu merasa hancur."
Putra yang sangat berbakti itu berkata, "Orang yang hatinya hancur adalah mereka yang bermaksiat kepada Tuhan mereka dan durhaka kepada ibu bapaknya.
Dan Aku berharap agar Allah meridhoiku berkat ridhomu padaku wahai Ayahku.
Segera saja Umar memeluk putranya dengan erat lalu mendoakannya. Dikemudian hari, putranya tersebut menjadi seorang sangat zuhud.*
Dikesempatan yang lain datanglah putri-putri Umar bin Abdul Aziz mengadu kepadanya, "Ayah... besok adalah hari raya, sementara kita belum memiliki pakaian baru. Umar menatap mereka dan berkata, "Putri-putriku. Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru. Hari raya itu bagi orang yang takut akan hari kiamat.
Bendahara negara yang melihat pemandangan haru itu memberi tawaran kepada sang Khalifah, "Wahai Amirul Mukminin.. Apa salahnya bila kita membayarkan gaji bulan depan anda lebih dahulu.?
Mendengar tawaran itu, Umar menatap sang bendahara dengan tatapan marah. Umar berkata, "Apakah kamu mengetahui ilmu ghaib sehingga engkau tau bahwa aku masih akan hidup sehari setelah hari ini.?
Engkau benar wahai Amiirul Mukminin, bahwa tak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Allah azza wa jalla berfirman:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS: Luqman: 34)**
Diterjemahkan dari:
*www.saaid.net
**www.alukah.net

Sikap terhadap pemimpin yang dzalim

Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc -  January 25, 2013 Rosululloh shallahu alaihi wasallam bersabda : “Saya memberi wasiat kepada kalian...