Seringkali ada yang protes ketika seseorang menulis doa dan ditutup
dengan kata ‘amien’, alasannya tidak boleh menulis ‘amien’ seperti itu
karena menyerupai non muslim, akan tetapi yang benar adalah ‘aamiin’,
dan semisalnya.
Benarkah demikian?
Kita sepakat dengan pelarangan tersebut jika penulisannya adalah
‘amen’ (tanpa huruf ‘i’) karena identik dengan non muslim, dan ini
adalah pasti, insya Allah tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya.
Adapun penulisa kata ‘amien’ (dengan huruf ‘i’) , maka lebih mengarah
kepada perbedaan cara memindahkan dari bahasa Arab menuju bahasa Latin,
dan tidak lebih dari itu. (Walaupun kadang kita dapatkan
permasalahannya didramatisir sedemikian rupa sehingga tampak seakan-akan
‘cukup gawat’).
Masing-masing mempunyai cara dalam menuliskannya karena tidak ada
rujukan yang baku dan pasti ketika memindahkan dari bahasa Arab menuju
bahasa Latin, semuanya adalah hasil ijtihad manusia yang sering
berubah-ubah kaidah-kaidahnya.
Jika kita melarang penulisan kata ‘amien’ dengan alasan tasyabbuh
dengan non muslim, padahal tidak ada tasyabbuh di dalamnya, maka
konsekuensinya cukup melebar dan meluas.
Contoh Konsekuensinya:
Penulisan kata ‘Allah’.
Jika kita melarang penulisan kata ‘amien’, maka kita juga harus melarang penulisan kata ‘Allah’ dengan alasan yang sama, tasyabbuh dengan non muslim. Gantinya adalah kita menulisnya dengan ‘Allooh’, dan seterusnya. Banyak sekali konsekuensinya.
Jika kita melarang penulisan kata ‘amien’, maka kita juga harus melarang penulisan kata ‘Allah’ dengan alasan yang sama, tasyabbuh dengan non muslim. Gantinya adalah kita menulisnya dengan ‘Allooh’, dan seterusnya. Banyak sekali konsekuensinya.
Inti Permasalahannya:
Sebenarnya inti permasalahannya adalah tidak adanya rujukan yang baku
dan pasti ketika memindahkan dari bahasa Arab menuju bahasa Latin,
semuanya adalah hasil ijtihad manusia yang sering berubah-ubah
kaidah-kaidahnya. Masing-masing mempunyai cara dalam menuliskannya
sesuai dengan yang diyakininya, sehingga setiap waktu bisa berubah.
Tambahan Contoh:
Kata ‘Hadits’, apakah yang tepat di tulis seperti itu, atau ‘Hadis’, atau ‘Hadith’?
Kata ‘Shahih’, apakah yang tepat ditulis sepeti itu, atau ‘Sahih’, atau ‘Shohih’, atau ‘Sohih’?
Kata ‘Shahabat Nabi’, apakah yang tepat ditulis sepeti itu, atau
‘Sahabat’, atau ‘Shohabat’, atau ‘Sohabat’, atau ‘Shohabah’, atau
‘Sohabah’?
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Karena itu, selama hal ini hanya perbedaan cara memindahkan dari
bahasa Arab menuju bahasa Latin, yang kesemuanya adalah hasil ijtihad
manusia yang sering berubah-ubah kaidah-kaidahnya, dan masing-masing
mempunyai cara dalam menuliskannya sesuai dengan yang diyakininya, maka
hendaklah kita berlapangdada dalam masalah ini tanpa saling menyalahkan
dan merasa benar sendiri. Kita kedepankan toleransi, tanpa bersikap
keras dalam masalah-masalah seperti ini.
Hendaklah kita dahulukan ilmu sebelum berucap dan berbuat, bukan asal
copy paste tanpa memahami permasalahan yang sebenarnya, karena diantara
penyebab banyaknya perselisihan adalah ketika orang yang tidak mengerti
ikut berbicara.
Semoga jelas dan bermanfaat.
Abdullah Sholeh Hadrami
Bumi Allah
30 Shafar 1433
24 Januari 2012
Bumi Allah
30 Shafar 1433
24 Januari 2012
No comments:
Post a Comment