Soal
jodoh dan pernikahan adalah masalah yang paling mendominasi perhatian
dan pemikiran umumnya gadis yang telah cukup umur dan siap menikah.
Disamping karena memang begitulah fitrahnya, juga itulah materi
pertanyaan dan bahan “interogasi” yang hampir selalu diajukan oleh
berbagai pihak kepada setiap gadis yang dinilai “sudah waktunya”,
lebih-lebih jika usianya dianggap telah masuk kategori “tertinggal
kereta”, karena sudah memasuki masa usia “kritis” bagi seorang gadis!
Begitu pula denganku. Sebagai seorang gadis normal yang telah cukup
usia, tentu akupun seperti yang lainnya, ingin segera mendapatkan jodoh
dan memasuki jenjang dan tahapan kehidupan yang termasuk paling
menentukan, yakni jenjang pernikahan dan tahapan hidup berkeluarga.
Tapi disaat yang sama aku juga tetap harus selektif. Aku memang ingin
secepatnya menikah, namun aku juga tidak ingin dapat suami yang
“sembarangan”. Bahkan dalam hal ini mungkin dibilang aku termasuk yang
perfect. Karena memang kriteria yang aku patok untuk calon suamiku cukup
tinggi, nyaris sempurna. Ya, aku memang “mensyaratkan” calon imamku
dalam keluarga dan calon bapak anak-anakku nanti insya-allah, tidak
sekadar sosok yang saleh dalam dirinya saja, melainkan juga sekaligus
harus “mushlih”, yakni aktivis dakwah yang punya komitmen dan kontribusi
riil dalam upaya untuk mensalehkan orang lain, masyarakat dan
kehidupan. Disamping itu ia haruslah seorang yang berilmu dan
berpengetahuan syar’i yang mumpuni. Dan last but not least, sejak lama
aku selalu mengharap-harap datangnya seorang calon suami yang “mujahid”,
yakni yang menyimpan gelora semangat “jihad” dalam rangka membela dan
memperjuangkan dinullah, serta memiliki andil nyata di dalamnya, sesuai
ketentuan syariah dan tuntutan realita kondisi dan situasi yang ada.
Nah, demi tergapainya cita-cita itu, akupun tak pernah henti selalu
berharap dan tentu saja sekaligus menempuh beragam upaya dan usaha yang
syar’i sesuai batas kemampuan yang kumiliki. Dan diantara upaya dan
usaha itu adalah doa dan munajat, yang tak putus-putus senantiasa
kupanjatkan kepada Allah Ta’ala, di setiap waktu dan kesempatan, siang
dan malam, pagi dan petang.
Dan empat tahun lamanya doa-doa permohonan khusus untuk jodoh ini secara
istiqamah selalu aku lantunkan, namun pemuda “shalih – mushlih –
mujahid” yang kutunggu-tunggu itu tak jua kunjung datang. Sampai
akhirnya aku mendengar tentang keajaiban fadhilah istighfar dan
kedahsyatan pengaruhnya sebagai wasilah istimewa bagi terwujudnya
beragam keinginan, cita-cita dan harapan.
Maka sejak saat itu, akupun kemudian lebih mengutamakan dan
mendominankan dzikir serta doa istighfar ini daripada yang lain.
Sehingga hari-hari hidupkupun menjadi hari-hari penuh istighfar dan
tobat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penerima tobat. Dan
lafal istighfar favorit yang biasa aku baca dan lafalkan adalah
istighfar dari Nabi SAW. ini: “Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa
Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih” (Aku bersitighfar memohon ampun
kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Dia, Yang
Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya). Biasanya
aku melafalkan istighfar itu sampai 1500 kali. Selain itu aku juga
menambah dengan lafal yang lebih pendek: “Astaghfirullah, wa atubu
ilaih” (Aku beristighfar memohon ampun kepada Allah, dan aku bertobat
kepada-Nya).
Dan subhanallah. Istighfar memang benar-benar ajaib dan dahsyat. Setelah
enam bulan dari istighfar khususku itu, jodoh yang telah cukup lama
kuharap-harap dan kunanti-nanti itupun akhirnya datang juga. Dan hampir
persis dengan seluruh kriteria “perfect”-ku yang telah kusebutkan
diatas. Beliau seorang yang insya-allah saleh, aktivis dakwah, bergelar
doktor di bidang ilmu hadits, dan sekaligus seorang yang di mataku
pantas menyandang titel mujahid. Bahkan seperti harapanku, ternyata
beliau juga berasal dari suku yang sama denganku… Subhanallah…!
Akupun tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas karunia
istimewa-Nya, dan sekaligus berharap semoga selanjutnya pernikahan dan
kehidupan rumah tangga kami selalui dirahmati dan diberkahi oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam segala sisi dan aspeknya…! Aamiin ya
Rabbal-’alamin…!
Catatan: Mohon jangan sampai ada yang salah paham terhadap kandungan
alur kisah diatas, sehingga keliru menyangka misalnya bahwa, dzikir dan
doa dengan berbagai macamnya, secara mutlak tidak seefektif dan tidak
sebesar pengaruh istighfar! Perlu diingatkan bahwa, semuanya, baik
dzikir, doa, istighfar dan lain-lain, pada dasarnya memiliki potensi
pengaruh yang sama sebagai wasilah guna mewujudkan keinginan dan
menggapai harapan kepada Allah. Yang membedakan pengaruh amalan-amalan
itu, satu sama lain, sebenarnya adalah kondisi masing-masing orang,
dipadu dengan faktor cocok atau tepat tidaknya jenis amalan yang
dipilihnya. Sehingga seperti kasus kisah sang gadis diatas misalnya,
mungkin memang iftighfarlah yang lebih cocok dan lebih tepat untuk
kondisinya. Sementara itu untuk banyak orang yang lainnya, boleh jadi
sebaliknya, justru dzikir tertentu atau doa tertentu atau amalan
tertentu lain lagi, yang lebih cocok, lebih tepat, lebih “klik”, dan
lebih efektif! Khusus untuk makna ini, silakan dibaca lagi status
terdahulu tentang: Resep Amalan Jitu !
Di sadur dari status Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri MA dg sedikit editing
No comments:
Post a Comment