Tuesday 21 July 2015

Batas Ketaatan kepada Pemerintah.

����

��Setiap muslim wajib mentaati waliyul amr (pemimpin/pemerintahnyanya) selama pemimpin itu masih dalam kategori muslim dan selama pemimpinnya tidak memerintahkan suatu kemaksiatan.
Dari Auf bin Malik, Rasulullah صلى الله عليه وسلم  menerangkan kepada para sahabat, bahwa akan datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap kaum muslimin : “Bolehkah melawan/memberontak?”. Lalu Rasulullah menjawab ; “Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat" [HR Muslim, 1855]
Ketaataan kepada penguasa termasuk prinsip-prinsip Aqidah Ahlus Sunnah.  Berkata Imam Abu Ja'far Ath-Thohawy," Kami (Ahlus Sunnah) tidak akan pernah membolehkan keluar dari para pemimpin dan penguasa kami sekalipun mereka berbuat dholim, kami tidak akan mendoakan kejelekan kepada mereka, kami tidak akan mengangkat ketaatan tangan kami untuk (memberontak), kami berpendapat bahwa ketaatan kepada mereka adalah kewajiban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, selama mereka tidak menyuruh kemaksiyatan, dan kami akan selalu mendoakan kebaikan dan ampunan untuk mereka. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memberi batasan ketaatan kepada penguasa hanya dalam hal yang ma’ruf dan tidak boleh mentaatinya dalam kemungkaran dan kemaksiyatan. Bersabda Rasulullah,
السمع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب وكره ما لم يؤمر بمعصية فإن أمر بمعصية فلا سمع عليه ولا طاعة
“Mendengar dan taat pada seorang (penguasa) muslim terhadap perkara yang dia senangi ataupun dia benci selama tidak menyuruh perbuatan maksiyat, jika dia (penguasa) menyuruh kemaksiyatan maka tidak perlu mendengar atasnya dan tidak pula taat."(HR Tirmidzy disohihkan oleh Al-Albany) Adapun ketidak taatan bukan berarti memberontak. Tetap kita bersabar selama mereka masih Muslim. Bahkan kezhaliman pemimpin terhadap rakyatnya dalam masalah hartapun tetap mereka ditaati. Nabi telah menjelaskan bagaimana seharusnya rakyat menyikapinya. Dalam sebuah hadits yang shahih, setelah berwasiat kepada kaum muslimin agar selalu taat kepada Allah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpesan kepada kaum muslimin supaya selalu mendengar dan mentaati pemimpin walaupun seandainya pemimpin itu seorang hamba sahaya (selagi dia muslim). [HR Abu Dawud 2676] Dijelaskan lagi dalam satu hadits yang panjang, setelah Rasulullah menjelaskan akan datangnya pemimin yang zahlim yang berhati setan dan berbadan manusia, Hudzaifah bin Al-Yaman bertanya tentang sikap manusia ketika menjumpai pemimpin seperti ini. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلن menjawab. اِسْمَعْ وَأطِعْ وَإِنْ ضَرَب
َ ظَهْرَكَ ؤَأَخَذَ مَالَكَ
“Dengarlah dan patuhlah (pemimpinmu)! Walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil (paksa) hartamu” [HR Muslim 1847]
Fadhilatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah memberi alasan yang sangat tepat dalam masalah ini. Beliau mengatakan : "Melawan pemimpin pada saat itu lebih jelek akibatnya daripada sekedar sabar atas kezhaliman mereka. Bersabar atas kezhaliman mereka (memukul dan mengambil harta kita) memang suatu madharat, tetapi melawan mereka jelas lebih besar madharatnya, seperti akan berakibat terpecahnya persatuan kaum muslimin, dan memudahkan kaum kafir menguasai kaum muslimin (yang sedang berpecah dan tidak bersatu) Wallau a'lam.
Sumber: Al-Aqidah Ath-Thohawiyah, Majalah Al-Furqon, Edisi I, Tahun VI/2006

No comments:

Post a Comment

Sikap terhadap pemimpin yang dzalim

Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc -  January 25, 2013 Rosululloh shallahu alaihi wasallam bersabda : “Saya memberi wasiat kepada kalian...