Thursday 3 March 2016

Ingin Hidup Dalam Mimpi

# Ingin Hidup Dalam Mimpi

Kita ini seperti satu jasad, kalau ada anggota yang sakit, seluruh badan juga merasa sakit. Perumpamaan yang indah dari Rasul tercinta tentang keaadan kaum muslimin yang sesungguhnya. Idealnya, begitulah yang seharusnya. Kita saling membahu dan saling membantu, kemudian berjalan beriringan membangun kekuatan. Seharusnya seperti itu. Tapi ternyata, kenyataan tak seindah yang digambarkan. Bangunlah, hidup dalam mimpi memang menyakitkan.

Saling membenci, saling iri hati dan saling hasad diantara sesama umat Islam, bukankah itu benar-benar terjadi? Guru iri dengan kejayaan muridnya, teman mendengki prestasi rekan perjuangannya, dan murid membenci kesuksesan guru-gurunya. Buka mata !!! Semua itu benar-benar nyata.

Tak perlu merasa tabu untuk membicarakannya. Toh ahli hadis juga telah menggariskan satu kaidah. "Celaan dari teman yang sebaya itu tidak dianggap". Kenapa? Karena besarnya peluang untuk saling iri dan saling mendengki. Keharmonisan dalam persahabatan harus berakhir karena kedengkian diantara keduanya. Keretakan hubungan benar-benar tak bisa dihindarkan saat muncul saling membenci diantara kita.

Dia yang riya atau kita yang iri. Selalu mencari celah untuk meletakkan teman di posisi yang salah. Jika ia terjatuh dalam salah, sedih berganti dengan tawa bahagia. Inikah yang dinamakan ihwanul muslimin? Kita bersaudara karena Allah ta'ala. Benar begitu? Sekali lagi, sadarlah dan bangunlah, saling membenci itu adalah fakta dan realita yang ada di antara kita.

Ingin rasanya hidup dalam mimpi. Ah sudahlah. Buang jauh-jauh keinginan tersebut. Sejarah penuh dengan kisah yang harusnya kita pelajari. Agar kita tak menjadi korban yang berikutnya. Agar hubungan kita tak hancur oleh iri, dengki dan rasa saling membenci.

Satu solusi yang semoga bisa memberi arti. Coba tanyakan kepada diri, APAKAH SAYA MASIH MENYIMPAN IRI DI HATI? Ada beban yang sangat berat terasa, tak bisa tertawa saat teman sedang berbahagia. Ada apa ini? Kenapa tak bisa berhadapan, saling menatap, saling tersenyum dan saling bergandengan untuk kebaikan.

Sebelum penyakit itu bertambah parah, atau mengantarkan kepada kerusakan. Hendaknya ia segera diobati. Dari diri kita sendiri, ya mulai dari diri kita sendiri. 

@ Faidah dari Ust DR Muhammad Arifin Badri, MA

Penulis : Muhammad Abu Rivai
Artikel : www.muslimplus.net

No comments:

Post a Comment

Sikap terhadap pemimpin yang dzalim

Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc -  January 25, 2013 Rosululloh shallahu alaihi wasallam bersabda : “Saya memberi wasiat kepada kalian...