Ketika itu kami baru saja menyelesaikan kuliah di LIPIA
[Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab] Jakarta yang merupakan
cabang dari Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud Riyadl KSA,
setelah kuliah selama tiga tahun untuk program I’dad Lughawi dan
Takmili, tepatnya pada tahun 1996 M atau 1416 H. Kami sengaja tidak
melanjutkan ke kuliah Syari’ah di LIPIA karena besar harapan kami bisa
melanjutkan studi di Timur Tengah, dengan bertalaqqi [mengambil ilmu]
langsung kepada para Ulama’ di sana.
Sebelum pulang ke kota Malang kami ikuti beberapa Daurah bermanfaat,
diantaranya Daurah di Ma’had Al-Imam Asy-Syafi’i Cilacap selama beberapa
hari yang diisi oleh para asatidz dari Indonesia.
Kemudian tanpa pulang ke kota Malang langsung berangkat menuju Ma’had
Al-Irsyad Tengaran Salatiga Jawa Tengah untuk menghadiri Daurah selama
beberapa hari yang langsung dipimpin oleh para Ulama’ dari Timur Tengah,
diantaranya Fadlilatusy Syaikh Prof. Dr. Muhammad bin Khalifah
At-Tamimi hafidhahullah dari Universitas Islam Madinah KSA dan para
masyayikh lainnya.
Beliau Fadlilatusy Syaikh Prof. Dr. Muhammad bin Khalifah At-Tamimi
hafidhahullah adalah pakar ilmu aqidah terutama permasalahan Al-Asma’ Wa
Ash-Shifaat [nama-nama dan sifat-sifat Allah]. Beliau banyak menulis
kitab tentang Al-Asma’ Wa Ash-Shifaat dan melalui tangan beliaulah
Allah membukakan untuk kami kemudahan dalam memahami permasalahan yang
amat sangat penting tersebut, seakan merupakan kunci untuk mendalaminya
setelah itu, alhamdulillah, wa jazahumullah khoir.
Daurah ini diikuti oleh para asatidz seindonesia termasuk para
asatidz senior. Sebagai bentuk syukur kepada Allah, alhamdulillah,
ketika diadakan ujian pada akhir Daurah tersebut, kami mendapatkan nilai
tertinggi, rangking satu, bersama dengan ustadz Ahmas Fais, mudir
Ma’had Imam Bukhari Solo dengan nilai sama. Dengan nilai seperti itu
kami berharap bisa diterima di Universitas Islam Madinah karena saat itu
kami langsung di tes oleh beliau Fadlilatusy Syaikh Prof. Dr. Muhammad
bin Khalifah At-Tamimi hafidhahullah untuk penerimaan mahasiswa di
Universitas Islam Madinah tersebut. Tapi qodarullah, kami tidak diterima
di Universitas Islam Madinah walau sudah beberapa kali ikut tes dan
bahkan sempat rangking satu. Ternyata Allah menghendaki lain, Allah
memilihkan untuk kami yang lebih baik, yaitu kami mendapat beasiswa
untuk berguru langsung [bermulazamah] kepada seorang Ulama’ besar yang
keilmuannya diakui dan dijadikan rujukan oleh ummat Islam di seluruh
dunia, beliau adalah Guru sekaligus Ayah kami Fadlilatusy Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al-’Utsaimin rahimahullah di Unaizah, Al-Qasim KSA.
Kami mulazamah kepada beliau selama empat tahun, sampai beliau wafat,
rahimahullah rahmatan waasi’ah, amien. Sungguh segala sesuatu itu yang
telah ditetapkan Allah itu pasti mengandung hikmah karena Allah adalah
Al-Hakiim, dan kita harus pandai-pandai menyingkap hikmah dari setiap
kejadian dalam kehidupan ini.
Setelah itu pulang ke Malang, dan ternyata di kota Malang telah
menanti Daurah Ilmiyyah lagi yang langsung dipimpin oleh Fadlilatusy
Syaikh Prof. Dr. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-’Abbad Al-Badr
hafidhahullah, beliau memimpin Daurah ini seorang diri dengan
kepanitiaan yang ditangani oleh teman-teman dari kota Malang. Ini adalah
merupakan kunjungan beliau ke Indonesia untuk pertama kalinya, dan
beliau sangat terkesan dalam kunjungan yang pertama kali ini.
Daurah di kota Malang ini berlangsung selama tiga hari bertempat di
TK [Taman Kanak-Kanak] Al-Irsyad, sebuah tempat yang amat sangat
sederhana. Daurah ini dihadiri oleh para penuntut ilmu, para da’i dan
para asatidz dari seluruh Indonesia. Kami masih ingat betul, diantara
yang ikut menjadi perserta Daurah ini adalah Al-Ustadz Aunur Rafiq
Ghufron hafidhahullah, Mudir Ma’had Al-Furqan Gresik. Beliau adalah
peserta paling sepuh dan kami amat sangat kagum dengan ketawadlu’an,
keikhlasan dan kesederhanaan beliau yang mengingatkan kami kepada akhlak
para salafush shaleh rahimahumullah, semoga Allah berikan kepada beliau
keistiqomahan dan husnul khatimah, amien.
Daurah di kota Malang ini membahas beberapa materi, diantaranya;
1. Kitab Al-Wala’ Wal Bara’ karya Fadlilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah.
2. Al-Ushul As-Sittah karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
3. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah karya Al-Imam Ibnu Abi Dawud [wafat 310 atau 316 H] yang dikenal dengan Qashidah Ha’iyyah
4. Hafalan Surat Al-Hujurat.
5. Dan materi taushiah umum.
1. Kitab Al-Wala’ Wal Bara’ karya Fadlilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah.
2. Al-Ushul As-Sittah karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
3. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah karya Al-Imam Ibnu Abi Dawud [wafat 310 atau 316 H] yang dikenal dengan Qashidah Ha’iyyah
4. Hafalan Surat Al-Hujurat.
5. Dan materi taushiah umum.
Selama Daurah berlangsung, beliau Fadlilatusy Syaikh Prof. Dr. Abdur
Razzaq bin Abdul Muhsin Al-’Abbad Al-Badr hafidhahullah tidak tinggal di
rumah mewah atau hotel berbintang, akan tetapi tinggal di sebuah kamar
sederhana di salah satu sudut TK Al-Irsyad tempat daurah diadakan,
bahkan kendaraan yang disediakan oleh panitia Daurah untuk transportasi
beliau adalah sepeda motor, dan beliau mau dibonceng sepeda motor,
bahkan beliau senang penuh suka cita saat dibonceng sepeda motor itu,
subhanallah. Bukannya panitia tidak menghormati tamu, akan tetapi memang
itulah kemampuan panitia Daurah saat itu, tujuh belas tahun yang lalu.
Pelajaran ketawadlu’an, kerendahan hati dan keikhlasan kami dapatkan
kembali.
Setelah shalat Jum’at di Masjid An-Nur Jagalan Malang –waktu itu
masjid An-Nur Jagalan masih belum dibangun seperti sekarang ini- beliau
kami ajak untuk makan siang di rumah kami bersama sebagian ikhwah dan
asatidzah, alhamdulillah beliau sangat menyenangkan ketika kami menjamu
beliau dan beliau menikmati hidangan yang ada dengan senang hati. Kami
masih ingat betul, ketika itu di dekat beliau ada ‘perkedel’ dan
sepertinya beliau cocok sekali dengannya.
Suasana Daurah dan berbagai kegiatan yang beliau adakan pada saat itu
cukup santai, tidak terburu-buru dan benar-benar memuaskan karena tidak
terikat oleh aturan protokoler yang menjadikan suasana terkesan kaku
dan serba dipaksakan.
Sungguh benar apa yang selalu dinasehatkan oleh para salafush shaleh
tentang pentingnya adab, karena dengan adab dan akhlak yang mulia dakwah
ini menjadi semakin indah dan sempurna dan hal inilah yang menjadikan
manusia tertarik untuk masuk ke dalam agama Islam. Berkata Abdullah
ibnul Mubarak rahimahullah: “Aku belajar adab tiga puluh tahun, dan aku
belajar ilmu dua puluh tahun. Dan mereka dahulu [para salafush shaleh]
belajar adab dahulu sebelum belajar ilmu”. [Ghayatun Nihayah Fi
Thabaqaatil Qurraa' 1/198].
Siapapun yang mengenal beliau Fadlilatusy Syaikh Prof. Dr. Abdur
Razzaq bin Abdul Muhsin Al-’Abbad Al-Badr hafidhahullah pasti mencintai
beliau. Pertama kami melihat beliau langsung jatuh cinta, dan setelah
bergaul dengan beliau ternyata cinta itu semakin bertambah karena ilmu,
adab, akhlak dan berbagai sifat baik lainnya yang ada pada diri beliau,
termasuk keakrabannya dengan para penuntut ilmu, ketawadlu’an,
kerendahan hati dan keikhlasan. Tidak berlebihan jika kami katakan bahwa
ilmu beliau ibarat lautan yang luas dan dalam. Tenang dalam penyampaian
materi, jelas dan mudah dipahami oleh siapa saja yang mendengarnya. Ini
adalah salah satu kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya…
[Abdullah Shaleh Hadrami/ASH]
No comments:
Post a Comment